Qira’at
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangsa
Arab merupakan komunitas dari berbagai suku yang secara sporadis tersebar di
sepanjang Jazirah Arab. Setiap suku itu mempunyai format dialek (lahjah)
yang tipikal dan berbeda dengan suku-suku lainnya. Namun, di samping setiap
suku memiliki dialek yang berbeda-beda, mereka telah menjadikan bahasa Quraisy
sebagai bahasa bersama (common language) dalam berkomunikasi, berniaga,
mengunjungi Ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari
kenyataan di atas, sebenarnya kita dapat memahami mengapa Al-Quran di turunkan
dengan menggunakan bahasa Quraisy.
Di
sisi lain, perbedaan-perbedaan dialek (lahjah) itu akhirnya membawa
konsekuensi lahirnya bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan Al-Quran.
Rasulullah SAW. sendiri membenarkan pelafalan Al-Quran dengan berbagai macam qira’at.
Sabdnya “Al-Quran itu diturunkan dengan menggunakan tujuh huruf (unzila
hadza Al-Qur’an ‘ala sab’ah ahruf)” dan hadis-hadis lain yang sepadan
dengannya, kendatipun Abu Syamah dalam kitabnya Al-Mursyid Al-Wajiz menolak
muatan hadis itu sebagai justifikasi qira’ah sab’ah, tetapi konteks hadis itu
sendiri memberikan peluang Al-Quran dibaca dengan berbagai ragam qira’ah.
Oleh
karena itu, diperlukan pemahaman dan pengetahuan mengenai ilmu qira’at agar
kita dapat mengetahui pengertian dan latar belakang perbedaan qira’at serta
pengaruhnya terhadap istinbath hukum dalam Alquran.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas, maka penyusun dapat merumuskan masalah :
1.
Apakah Qira’at itu?
2.
Mengapa terjadi perbedaan versi qira’at ?
3.
Bagaimana pengaruh perbedaan qira’at terhadap istinbath
hukum dalam Alquran ?
C.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah :
1.
Mengetahui pengertian Qira’at
2.
Mengetahui sebab terjadinya perbedaan versi qira’at
3.
Mengetahui pengaruh perbedaan qira’at terhadap istinbath
hukum dalam Alquran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qira’at Al Qur’an
Berdasarkan pengertian
etimologi (bahasa), lafal qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah
yang merupakan bentuk masdar dari fi’il madi qara’a, yaqra’u, qira’atan.
(Ash-Shobuni, 1988 : 305). Menurut bahasa qira’ah artinya
bacaan.
Sedangkan berdasarkan
pengertian terminologi (istilah), para ahli mengemukakan secara berbeda-beda.
1.
Dr. Subhi Soleh mendefinisikan qira’at : “Yaitu
ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kalimat-kalimat al-Quran
berikut cara pelaksanaannya, baik yang disepakati maupun yang terjadi
perbedaan, dengan menghubungkan setiap pandangannya menurut versi orang yang
memindahkannya”. (Shalahuddin, 2002 : 244)
2.
Az-Zarqani : “Suatu madzhab yang
dianut seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan
Al-Quran serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu
dalam pengucapan huruf-huruf ataupun dalam pengucapan bentuk-bentuknya.”
3.
Ibn Al-Jazari : “Ilmu yang menyangkut
cara-cara mengucapkan kata-kata Al-Quran dan perbedaan-perbedaannya dengan cara
menisbatkan kepada penukilnya.”
4.
Al-Qasthalani : “Suatu ilmu yang
mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut
persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashi, dan washi yang kesemuanya
diperoleh secara periwayatan.”
5.
Az-Zarkasyi : “Qira’at adalah
perbedaan (cara mengucapkan) lafazh-lafazh Al-Quran, baik menyangkut huruf-hurufnya
atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan),
tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.”
6.
Ash-Shabuni : “Qira’at adalah
suatu madzhab cara pelafalan Al-Quran yang dianut salah seorang imam
berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.” (Rosihon,
2008 : 159)
Perbedaan cara
pendefinisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada
beberapa cara melafalkan Al-Quran walaupun sama-sama berasal dari satu sumber,
yaitu Nabi Muhammad SAW.
B.
Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
Perbedaan Qira’at
sebenarnya telah muncul semenjak Nabi. Di dalam riwayatnya, Ubai pernah
bercerita:
“Saya masuk ke masjid untuk mengerjakan shalat, kemudian
datanglah seseorang dan membaca surat An-Nahl, tetapi bacaanya berbeda dengan
bacaan saya. Setelah selesai, saya bertanya, “Siapakah yang membacakan ayat itu
kepadamu? “Ia menjawab, “Rasulullah SAW.” Kemudian, datanglah seseorang
mengerjakan shalat dengan membaca permulaan surat An-Nahl, tetapi bacaanya
berbeda dengan bacaan saya dan bacaan teman tadi. Setelah shalatnya selesai,
saya bertanya, “Siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?” Ia menjawab,
“Rasulullah SAW.” Kedua orang itu lalu saya ajak menghadap Nabi. Setelah saya
sampaikan masalah ini kepada Nabi, beliau meminta salah satu dari kedua orang
itu membacakannya lagi surat itu. Setelah bacaanya selesai, Nabi bersabda,
Baik. Kemudian, Nabi meminta kepada yang lain agar melakukan hal yang sama. Dan
Nabi pun menjawabnya baik. (Al-Ibyariy, 1988 : 105)
Pada masa pemerintahan
Khalifah Ustman bin Affan r.a terdapat perselisihan sesama kaum muslimin
mengenai bacaan Alquran yang hampir menimbulkan perang saudara sesama muslim.
Perselisihan ini disebabkan mereka berlainan dalam menerima bacaan ayat-ayat Alquran
karena oleh Nabi diajarkan cara bacaan yang sesuai dengan dialek mereka
masing-masing. Namun mereka tidak memahami maksud Nabi melakukan hal tersebut
sehingga tiap suku/golongan menganggap bacaan mereka yang paling benar
sedangkan yang lain salah. Untuk mengatasi perselisihan, khalifah Ustman bin
Affan r.a memerintahkan untuk menyalin mushaf Alquran pada masa Abu Bakar Ash
Siddiq dan memperbanyaknya kemudian mengirimkan ke berbagai daerah.
(Hasanuddin, 1995 : 3)
Menurut catatan sejarah,
timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabiin, yaitu pada awal II H.
tatkala para qari’ sudah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka
mengemukaan qiraat gurunya daripada mengikuti qira’at imam-imam lainnya.
Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara turun-menurun dari guru ke guru,
sehingga sampai kepada para imam qira’at, baik yang tujuh, sepuluh, atau yang
empat belas.
C.
Sebab-sebab Perbedaan Qira’at
1.
Perbedaan qira’at Nabi
2.
Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai qira’at yang
berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu.
3.
Adanya riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai
versi qira’at yang ada
4.
Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa
Arab pada masa turnnya Al-Quran.
D.
Macam-Macam Qira’at
1.
Dari Segi Kuantitas
a.
Qira’ah Sab’ah (Qira’ah Tujuh). Maksud
sab’ah adalah imam-imam qira’at yang tujuh. Mereka adalah:
1)
Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w. 120 H) dari Mekah.
2)
Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w. 169 H) dari
Madinah.
3)
Abdullah Al-Yahshibi, terkenal dengan sebutan Abu Amir
Ad-Dimasyqi (w. 118 H) dari Syam.
4)
Abu Amar (w. 154 H) dari Bashrah, Irak.
5)
Ya’qub (w. 205 H) dari Bashrah, Irak. Nama lengkapnya
adalah Ibn Ishak Al-Hadhrami.
6)
Hamzah (w. 188 H), nama lengkapnya adalah Ibn Habib
Az-Zayyat.
7)
Ashim, nama lengkapnya Ashim adalah Ibn Abi An-Najud
Al-Asadi (w. 127 H).
b.
Qira’at ‘Asyrah (Qira’at Sepuluh), adalah
imam qira’at tujuh yang telah di sebutkan di atas ditambah dengan tiga imam
qira’at berikut:
1)
Abu Ja’far, nama lengkapnya adalah Yazid bin Al-Qa’qa
Al-Makhzumi Al-Madani.
2)
Ya’qub (117-205 H), nama lengkapnya adalah Ya’qub bin
Ishaq bin Yazid bin Abdullah bin Abu Ishaq Al-Hadharami Al-Bashri.
3)
Khallaf bin Hisyam (w. 229 H), nama lengkapnya adalah Abu
Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al-Bazzaz Al-Baghdadi.
c.
Qira’at ‘Arba’at Asyrah (Qira’at Empat Belas), adalah qira’at sepuluh yang telah
di sebutkan di atas ditambah dengan empat qira’at sebagai berikut:
1)
Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H).
2)
Muhammad bin Abdirrahman (w. 123 H).
3)
Yahya bin Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi Al-Baghdadi (w.202H).
4)
Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz (w. 388 H).
2.
Dari Segi Kualitas
Berdasarkan penelitian Al-Jazari, berdasarkan kualitas,
qira’at dapat dikelompokkan dalam lima bagian:
a.
Qira’ah mutawatir, yakni yang disampaikan sekelompok
orang mulai dari sampai akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk
berbuat dusta. Umumnya, qira’ah yang ada masuk ke dalam bagian ini.
b.
Qira’ah masyhur, yakni diriwayatkan oleh orang banyak,
tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir, sanadnya shahih dan sesuai dengan
kaidah basa Arab dan rasm al-mushaf. Contoh : qira’at yang dinisbatkan kepada
tiga imam yaitu Abu Ja’far ibn Qa’qa’ al-Madani, Ya’qub al-Hadrami, Khalaf
al-Bazzar.
c.
Qira’ah ahad, yakni sanadnya shahih tetapi tidak mencapai
tingkat masyhur dan menyalahi rasm al-mushaf.
d.
Qira’ah Syadz (menyimpang), yakni sanadnya tidak shahih.
Contoh : ﻤﻠﻚ ﻴﻮﻡ ﺍﻠﺪ ﻴﻦ (Maaliki yaumiddiin) (Q.S Al-Fatihah : 4) di versi lain
dibaca ﻤﻠﻚﻴﻮﻡ ﺍﻠﺪ ﻴﻦ (Malaka yaumiddiin).
e.
Qira’at maudhu’ (palsu), seperti qira’at Al-Khazzani.
Ash-Suyuthi kemudian menambah qira’at yang keenam’ yaitu:
f.
Qira’at yang menyerupai hadis mudraj (sisipan), yakni
adanya sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran atau penjelasan suatu ayat
al-Qur’an. Umpamanya, qira’at Abi Waqqash.
Tiga unsur pokok qira’at
yang dijadikan pegangan para ulama dalam menetapkan qira’at sahih adalah
sebagai berikut:
1.
Sesuai dengan qiraat mushaf Utsmani sekalipun hanya
taqdirnya (taqdirrun)
2.
Sesuai dengan bahasa Arab, sekalipun hanya dalam beberapa
bentuknya
3.
Memiliki sanad yang shahih.
Berkaitan dengan tata cara
rasm Utsmani adalah termasuk tauqifi. Jika diperhatikan, Al-Qur’an adalah
al-kalam al-munajjal/wahyu Ilahi, maka sudah sepantasnya cara penulisan itu
adalah petunjuk dari Allah. Minimal ada ilham dari Allah. (Syafe’i, 2006 : 179)
E.
Pengaruh Perbedaan Qira’at terhadap Istinbath Hukum dalam
Al Qur’an
Istinbath hukum dapat diartikan sebagai upaya melahirkan
ketentuan-ketentuan hukum baik dalam Alquran maupun Sunnah. Hal ini tidak
terlepas dari ayat-ayat hukum dalam Alquran. Ayat-ayat hukum ialah ayat-ayat
Alquran yang mengatur dan berkaitan dengan tingkah laku dan perbuatan manusia
secara lahir. Ada ayat-ayat hukum yang termasuk ibadah yaitu yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah SWT dan ada ayat hukum yang termasuk muamalah yaitu
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain secara horisontal.
Perbedaan qira’at bisa terjadi pada huruf, bentuk kata,
i’rab, susunan kalimat. Hal ini bisa menyebabkan perbedaan makna/arti dari ayat
yang berpengaruh kepada istinbath hukum.
Misal perbedaan qira’at pada ayat :
|
“Hai
orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai
dengan kedua mata kaki ...” {QS. Al-Ma’idah : 6} (Syadali,2000 :
235-236)
Berdasarkan ayat di atas,
sebagian ulama memahami wajib membasuh kedua kaki dan sebagian lain membedakan
dengan menyapunya. Nadi’, Ibnu Amr, dan Al Kisai membaca ﺁﺮﺠﻠﻜﻡ dengan “arjulakum”. Sedangkan Ibnu
Katsir, Abu Amir, dan Hamzah membaca dengan “arjulikum”.
Dengan demikian dapat
dikatakan besarnya pengaruh perbedaan qira’at dalam proses penetapan hukum.
Sebagian qira’at berfungsi sebagai penjelasan kepada ayat yang mujmal (bersifat
global) menurut qira’at lain atau penafsiran dan penjelasan terhadap maknanya.
Bahkan, tidak jarang, perbedaan qira’at menimbulkan perbedaan penetapan hukum
di kalangan ulama. Menurut Musthafa Sa’id Al-Khinn penyebab pertama timbulnya
perbedaan pendapat para ulama adalah qira’at. Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan tentang berbagai qira’at sangat perlu bagi
seorang yang akan mengistinbath hukum dan menafsirkan ayat-ayat Alquran.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Secara etimologi (bahasa) qira’at artinya bacaan, sedangkan
berdasarkan pengertian terminologi (istilah), para ahli mengemukakan secara
berbeda-beda.
2.
Perbedaan versi qira’at disebabkan karena para sahabat berbeda
dalam menerima bacaan ayat dari Nabi SAW.
3.
Pengaruh perbedaan qira’at terhadap istinbath hukum dalam Alquran
sangat besar. Pengetahuan tentang berbagai versi qira’at sangat diperlukan bagi
seseorang yang akan mengistinbath hukum maupun menafsirkan ayat-ayat Alquran.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ibyariy,
Ibrahim. 1988. Pengenalan Sejarah Al-Quran. Jakarta: Rajawali Press
Anwar, Rosihon.
2008. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia
Ash-Shobuni,
Muhammad Ali. 1988. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Jakarta: Pustaka
Amani
Hamid,
Shalahuddin. 2002. Study Ulumul Qur’an. Jakarta: Intimedia
Ciptanusantara
Hasanuddin, A. F. 1995. Perbedaan
Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Sydali, Ahmad dkk. 2000. Ulumul
Qur’an 1 untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung: Pustaka Setia
Syafe’i, Rachmat. 2006. Pengantar
Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://4rrwani.blogspot.com/. Terima kasih.
Newer Posts
Newer Posts
Older Posts
Older Posts
Comments