Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games-Tournament (TGT)
Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya
dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa
dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen.
Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008).
Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang
terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games
Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja
dalam tim (sama dengan TPS).
Dalam TGT siswa memainkan game akademik
dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa
memainkan game ini bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, di mana ketiga
peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor
nilai IPA terakhir yang sama. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat
permainan ini cukup adil. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan
mendapatkan 60 poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana ia
mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka yang berprestasi rendah (bermain
dengan yang berprestasi rendah juga) dan yang berprestasi tinggi (bermain
dengan yang berprestasi tinggi) kedua-duanya memiliki kesempatan yang sama
untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau
bentuk penghargaan tim lainnya.
TGT memiliki dimensi kegembiraan yang
diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan
diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan
masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game
temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab
individual.
Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan
yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil
sebuah kartu dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka
yang tertera. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa untuk menyumbangkan
skor-skor maksimal buat kelompoknya. Turnamen ini juga dapat digunakan sebagai
review materi pelajaran.
Dalam Implementasinya secara teknis Slavin
(2008) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT
yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:
1.
Step
1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran.
2.
Step
2: Belajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk
menguasai materi.
3.
Step
3: Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen,
dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta).
4.
Step
4: Rekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan
tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan Pelaksanaan games dalam bentuk
turnamen dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:
1.
Guru
menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang ,
kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1
kotak kartu nomor, 1 lbr skor permainan.
2.
Siswa
mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain
menjadi penantang I dan II.
3.
Pembaca
I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.
4.
Pembaca
I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban
salah, tidak ada sanksi dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan
sebagai bukti skor.
5.
Jika
penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban
secara bergantian.
6.
Jika
jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang
benar (jika ada).
7.
Selanjutnya
siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
8.
Setelah
selesai, siswa menghitung kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua
tim.
9.
Penghargaan
sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah),
Tim Baik (kriteria bawah)
10.
Untuk
melanjutkan turnamen, guru dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan
prestasi pada meja turnamen.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran
kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran
maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar
teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran
kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan
meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung
pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif.
Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional
pada pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau
struktur tujuan di mana para siswa bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin (2008)
mengidentifikasikan tiga struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.
kooperatif,
di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada
pencapaian tujuan anggota yang lain.
2.
kompetitif,
di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian
tujuan anggota lainnya.
3.
individualistik,
di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki
konsenkuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan
kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota
kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses.
Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa
pun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan
usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif,
Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada
pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar
dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa
berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka
terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi
yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan
atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi
ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah
ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan
kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang
paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model
pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model
pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses
implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara
psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama
oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran
kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam
implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis
bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan
hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian
belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan
pembelajaran TGT, sebagai berikut:
Ø
Para
siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara
signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada
dalam kelas tradisional.
Ø
Meningkatkan
perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja
dan bukannya pada keberuntungan.
Ø
TGT
meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri
akademik mereka.
Ø
TGT
meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan
nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
Ø
Keterlibatan
siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih
banyak.
Ø
TGT
meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan
emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh
guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan
nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian
khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://4rrwani.blogspot.com/. Terima kasih.
Newer Posts
Newer Posts
Older Posts
Older Posts
Comments