Akulah Tulang Rusukmu
Ketika Dia datang kepadaku dan menghampiriku, hatiku
seakan mendapatkan sebuah cahaya bintang yang merasuki tubuhku. Dengan penuh
perhatiannya Dia menawarkanku cinta dan sayang. Saat itu Aku tahu, apakah ini
yang namanya sebuah cinta....cinta yang sering Aku dengar dari semua orang.
Tetapi sepertinya tidak menurutku, ini adalah godaan dari nafsuku dan sama
sekali yang Aku rasakan ini tak ada hubungannya dengan yang namanya cinta.
Cinta yang sebenarnya menurutku adalah saat dimana hati ini dan jiwa ini dapat
bermunajat kepada-Nya. Bertafakur, berdzikir dan dapat bersenandung ayat-ayat
Nya dalam setiap hela nafas ini.
Dan mulai saat
ini Aku ingin melupakan Dia, Aku tak ingin terlalu merasakannya, menyayanginya
semakin dalam. Cukup untuk saat ini saja, dan Aku tidak mau kembali
merasakannya. Biarlah atas kekuasaan-Nya kita di pertemukan kembali pada
saatnya kelak, itupun jikalau Aku ini adalah tulang rusuknya. Aku akan
memfokuskan untuk menuntut ilmu, setelah lulus SMA ini, Aku berencana akan
melanjutkan studiku di universitas di semarang. Menjadi seorang guru biologi
dan seorang penulis yang solekhah, itulah impianku sejak dulu.Dan Aku yakin
dengan tekat yang kuat,Aku dapat mewujudkannya.
“Aisyah, kamu akan melanjutkan kuliah dimana?” tanya
Reihan. Aku yang sedang mengerjakan tugas di ruangan kelas sangat kaget,
tiba-tiba Dia datang menghampiriku. Aku yang ingin bisa melupakannya, serasa
sulit. Karena Aku dan Dia di kelas yang sama, dan pasti secara otomatis
setiap hari Aku bisa selalu bertemu dengan Dia, dan sulit untuk menghindarinya.
“Aisyah?” tanya Reihan kembali. Dan kemudian Aku pun
menjelaskan kalau Aku berniat masuk Universitas di Semarang dengan jurusan
pendidikan biologi. Dan Dia pun juga bercerita kalau Dia ingin menjadi
seorang guru, dan Dia sudah mendaftar di Perguruan Tinggi di Solo. Saat itu yang
ada di fikiranku adalah Solo-Semarang, apakah kelak Aku dan Dia dapat di
pertemukan oleh Allah.....sampai Aku tak sadar bahwa Ibu Fatimah
guru agamaku sudah datang. Akhirnya Aku dan Reihan pun kembali ke bangku
masing-masing.
Setelah jam
sekolah berakhir, serentak Aku beserta teman-temanku pun bergegas
beranjak pulang. Tetapi tiba-tiba saja Reihan yang jabatatannya sebagai
ketua kelas, mengingatkan kami, bahwa hari ini kelas kita ada acara untuk
bersilaturahim dengan wali kelas kami Pak Zuhrudin. Kemarin istri beliau, yang
tidak lain guru kami sendiri juga yaitu Ibu Maymunnah melahirkan anak kedua
nya. Yang Aku dengar berjenis kelamin perempuan. Kemudian kami semua pun segera
berangkat, begitu pula Aku...Aku pun mengulurkan niatku untuk pulang.
.Apakah Aku harus naik kendaraan sendirian, sedangkan
semua teman-temanku yang lain menggunakan sarana transportasi sepeda motor. Aku
pun sempat berfikir untuk tidak ikut,tetapi tiba-tiba saja Reihan datang dan
mengajakku ikut bersamanya. Akhirnya dengan hati terpaksa Aku pun ikut dengan
Reihan.Motornya melaju sangat kencang, namun Aku tetap menahan hawa nafsuku dan
menjaga diriku agar tidak bertempelan dengan nya.
“Jangan cepat-cepat reihan........”seruku
sembari membenarkan jilbabku yang tertiup angin.Ku dengar si Reihan hanya
menjawab iya dan Aku lihat di kaca spion Dia juga sempat tersenyum. Jujur saja
Aku baru pertama kali di bonceng oleh seorang laki-laki...sungguh sangat
risih,tetapi bismillah saja karena ini sangat darurat. Dan Aku pun mencoba
menjaga diriku agar tidak bersentuhan dengan Reihan, agar tidak terjadi
fitnah.
“Aisyah, kamu benar mau kuliah di semarang yah,
ambil jurusan apa?” tanya Reihan tiba-tiba. Aku bingung sekali,perasaan tadi
pagi Dia sudah menanyakan hal yang sama...kenapa Dia menanyakan kembali.
“Iya, insya allah.Jurusan Pendidikan biologi”
Jawabku.Reihan hanya terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun.Akhirnya
perjalanan pun di lanjutkan, dan setelah kurang lebih 15 menit Kami semua pun
akhirnya sampai di tempat Pak Zuhrudin dan Ibu Maymunah.Di tempat Ibu May dan
Pak Udin, tak henti-hentinya teman-teman meledek ku dan Reihan......sungguh
sangat menyebalkan.Tapi entah kenapa, setiap kali teman-teman mengejek Aku dan
Reihan rasanya Aku ingin tersenyum.Begitu pula dengan si Reihan, Dia
hanya tersenyum dan tertunduk malu setiap teman-teman mengejek Aku dan Dia ada
hubungan.....Astagfirullah hal adzim.Aku tidak mau berfikir dan
mempermasalahkan hal-hal sepele semacam itu,sungguh sangat menyita waktu
ku sendiri.
Hari berganti hari, musim berganti musim, apa yang Aku
rasakan pun sekarang berubah. Tak ku sangka, tinggal 3 hari lagi Aku bersama
teman-temanku akan akan melaksanakan Ujian Nasional.Memang, ini bukan pertama
kalinya Aku mengikuti UN. Tetapi rasanya setiap kali hari itu datang Aku merasa
was-was serta ada rasa takut yang selalu membayangi ku. Namun, berkat iman di
dada alhamdulillah sampai saat ini Aku bisa melawan rasa itu. Menjadi sebuah
tantangan yang harus Aku kerjakan. Insya allah berkat ikhtiar dan tawakal yang
Aku kerjakan ini,Aku akan memetik hasil yang sangat manis.
Detik-Detik Ujian Nasional pun sekarang benar terasa tinggal menunggu beberapa
jam lagi Aku akan melaksanakannya. Aku mulai bersiap-siap berangkat ke
sekolah, setelah tadi malam Aku telah berhasil melaksanakan tugasku, Sekarang
tinggal berperang.Sebelum berangkat, Aku selalu mencium tangan kedua Ayah dan
Ibu ku, dan meminta doa dari mereka. Jika Aku pergi ke luar rumah tidak izin
dari mereka,rasanya ada yang kurang dan mengganjal di hati ku.Maka Aku selalu
berusaha tidak melupakan meminta restu dari mereka.
“Bu, Yah....Aisyah berangkat ke sekolah ya.Ini hari
pertama Aisyah akan melaksanakan UN. Doakan Aisyah ya Bu, Yah?” pintaku sembari
mencium kedua tangan mereka.
“Iya, Anak ku....Kami selalu mendoakan mu”Jawab Ibu
Inilah awal kesuksesanku untuk memasuki pintu gerbang
impianku.
Setelah sekitar hampir 2 bulan, Aku melaksanakan UN.
Inilah tiba saatnya yang semua orang tunggu-tunggu, termasuk Aku. Sebuah
selembaran kertas yang sungguh sangat berarti, karena dengan kertas itu Aku
bisa mewujudkan impianku bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi .Sebuah
kata lulus menjadi penentu cita-cita duniawi.
“Aisyah ,Selamat yah nak kamu lulus dengan mendapatkan
nilai tertinggi untuk UN jurusan IPA” ucap Pak Zuhrudin di depan murid dan wali
murid di kelas ku. Aku yang saat itu tidak percaya, sungguh ini adalah hari
yang terindah bagiku. Ku lihat senyum indah di raut wajah Ayah dan Pak
Udin.”Inilah yang Aku tunggu,b isa melihat senyum bahagia dari orang yang
kusayangi karena Aku. Ibu ku pun demikian, beliau sangat bangga kepadaku.
Dan keesokan harinya Aku pun mendapatkan sebuah kabar
gembira lagi, Aku berhasil masuk Universitas di Semarang dengan jurusan Pendidikan
Biologi.
“Alhamdulillah ya Allah.....semua ini karena
kehendak-MU”. Ucapku
Kini hati yang sedang bahagia sepertinya untuk saat ini tak dapat bahagia,
senyum yang biasa menghiasi rona wajahku kini tak sanggup Aku pancarkan. Disaat
detik-detik perpisahan kelas XII di sekolahku tercinta. Entah mengapa air mata
ini tak sanggup ku bendung, di saat aku dan teman-temanku harus berpisah serta
tak bertemu dengan guru-guru dalam jangka waktu yang tak bisa kami
tentukan sendiri. Seolah menjadi bayanganku saat ini, sedih rasanya harus
berpisah dengan teman-teman dan guru-guru.
“Hayoo, kenapa Aisyah, kamu nangis.Hmm,,,,pasti kamu
sedih karena akan berpisah dengan Reihan yah? “ tanya Laela sahabat ku yang
saat itu sedang duduk di samping kanan ku.
“Reihan...? nggak kok, Aku sedih karena akan berpisah
dengan teman-teman dan guru-guru di sekolah ini?” jelas ku.
“Ya, termasuk Reihan juga kan Syah?”
Aku hanya tersenyum saja, pertanyaan Laela menyadarkan
ku.Bahwa pasti Aku akan sulit ketemu dengan Reihan nantinya. Tetapi jika Allah
menghendaki Aku dan Reihan pasti dapat bertemu.Dan acara demi acara pun
berlalu, dan akhirnya acara perpisahan kelas XII itu pun berakhir sudah.Semua
kelas XII pun bertebaran pulang, tetapi Aku dan Laela masih duduk di kursi
kami.
“Hai Syah, kamu tidak pulang?”
Dan ketika Aku membalikkan tubuhku ke belakang,
ternyata itu adalah Reihan.
“Reihan? Hmm, Aku nanti pulangnya.”jawabku kaget
“Oh, Aku boleh ngomong sesuatu sama kamu sebentar
Syah?” pinta Reihan
Aku bingung, tapi akhirnya Aku pun ikut dengan Reihan.
Aku dan Reihan pun sampai di Masjid Al-Hikmah di sekolahan kami.
“Kamu mau ngomong apa Han?” tanyaku bingung
Reihan hanya diam saja, dan kemudian ku lihat tangan
kanannya mengambil sesuatu di saku celananya. Entah apa itu Aku sendiri tidak
tahu.
“Ini buat kamu Syah?” seru Reihan sembari memberikan
sebuah bingkisan berwarna hijau berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang
lumayan besar.
“Apa ini?” tanyaku bingung.
Tetapi Reihan tidak menjawab dan malah masuk ke dalam
masjid. Tanpa memberikan penjelasan tentang apa maksud ia memberi bingkisan ini
dan apa isinya. Akhirnya Aku pun pulang dengan membawa bingkisan yang di balut
kado berwarna hijau dengan pita-pitanya yang indah.
Akhirnya dengan sebuah bus kota, Aku pun sampai di rumahku. Dan Aku pun segera
membuka apa isi bingkisan yang di berikan Reihan kepadaku ketika di masjid.
Perlahan Aku pun mulai membuka pita-pitanya, dan alangkah kagetnya Aku ketika
membuka isi di dalam bingkisan itu. Sebuah kotak musik dengan sepucuk surat di
bawahnya. Dengan sigap Aku pun mulai membuka amplop surat itu dan membaca isi
di dalamnya. Tetapi apa yang ku lihat, hanya sebuah kalimat ”Jika kamu adalah
tulang rusukku yang hilang, maka kelak Allah akan menyatukan tulang rusuk mu
dengan tulang rusukku.” Kata-Kata itu membuatku tertegun dan merinding.
“Aku tidak menyangka kamu bisa menulis kalimat seperti
itu Reihan?” tanyaku
Dan kemudian ku letakkan kotak musik dan surat itu ke
dalam laci meja belajarku.
Hari demi hari berlalu, musim demi musim berganti, tak
terasa 4 tahun sudah Aku lalui di Kota Semarang. Aku yang saat ini masih
menjadi seorang mahasiswa di Universitas di Semarang dengan jurusan Pendidikan
Biologi, tak terasa sebentar lagi akan di wisuda. Setelah baru saja kemarin Aku
menyelesaikan tugas skripsi ku, insya allah bulan depan Aku akan di wisuda
menjadi seorang sarjana.
“Hai Syah, lagi ngapain kamu. Bukannya tugas skripsi
kamu sudah kelar yah. Lalu kamu lagi ngerjain apa, serius amat?.” Tanya Mila
teman satu asramaku di Pesantren Basmalah
“Bukan skripsi Mil, ini Aku lagi menyelesaikan novel
ku.” Jawabku
“Novel yang mana Syah? Novel kamu kan banyak banget?”
“Ini yang tentang sahabat Mil.”
Kemudian Mila pun mendekatiku, dan ia mulai melirik
dan membaca kata demi kata yang ku ketik di laptopku. Ya, Mila adalah orang
pertama yang selalu membaca karya-karya yang ku tulis. Dan Aku selalu menulis
Setiap kali waktu senggang, dan Aku selalu menyempatkan waktuku untuk menulis.
Karena itu adalah hobiku, entah sudah berapa banyak karya cerpen, novel dan
puisi yang sudah ku selesaikan selama 4 tahun belakangan ini.
Ketika matahari
sudah mulai akan tertidur. Aku yang saat itu sedang asyik menulis, tiba-tiba
saja ponsel ku berbunyi. Menandakan ada pesan masuk. Tangan ku pun segera
meraih ponsel ku yang saat itu berada di tas. Dan Aku pun segera membuka
isi pesan itu.
“Sms dari siapa Syah?” tanya Mila. Sahabatku yang satu
ini memang selalu saja ingin tahu.
“Dari Akhrom Mil,” Ucapku setelah membaca isi pesan
itu.
“Oh, pasti suruh kumpul rohis yah?” ucapnya sok tahu.
Aku hanya menganggukkan kepala saja, tanpa berkomentar.
Dan dengan sigapnya Aku pun mematikan laptopku dan segera beranjak untuk pergi
ke kampus.
“Ya udah, hati-hati ya Syah?”
“Iya Mil...” Jawabku sembari berlalu.
Dengan menggunakan sepeda, Aku pun berangkat ke
kampus. Tidak membutuhkan waktu lama Aku pun akhirnya sampai juga di kampus.
Disana, Akhrom ternyata sudah menanti.
“Syukur kamu cepat datang Syah?” Sambutnya, dengan
wajah penuh beban. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi.
“Ayolah sekarang kamu masuk ke ruang rohis, disana ada
percekcokan Syah. Dan jujur, Aku sendiripun tak sanggup menghentikannya.
Mendengar perkataan Akhrom, tanpa basa-basi Aku pun
segera meletakkan sepedaku dan berlari ke ruang rohis. Jabatanku sebagai wakil
ketua rohis mendampingi Akhrom, membuatku harus bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang terjadi dengan organisasi ini.
“Ada apa ini....kenapa semuanya jadi berantakan?”
ucapku kaget, ketika melihat buku-buku, kursi dan segala peralatan rohis
berserakan disana.
“Ini Syah, Dani...ia membuat keputusan mengenai konsumsi
untuk acara mauludan seenaknya sendiri, padahal dia tidak tahu berapa jumlah
pesertanya. Akibatnya acara mauludan tadi mengalami kekurangan konsumsi,
padahal dananya sudah habis. Ya sudah, tadi anak-anak yang tidak dapat snack
pada protes. Acara menjadi kacau.” Jelas Laela
“Kenapa bisa terjadi kayak gini, terus kenapa tidak
ada yang menginformasikan ke Aku. Kan Aku bisa bantu kalian?”
“Kami tidak enak mengganggu kamu Syah? Kemarin kamu
kan sedang ujian skripsi, terus juga kamu sedang sibuk mengurusi acara rohis di
acara tausiyah bulanan. Jadi, kami tidak menghubungimu.” Jelas Dani
“Tidak kawan, ini menjadi tanggung jawabku juga. Jadi
tolong, kalau terjadi apa-apa hubungi Aku. Dan, tolonglah jika ada masalah
selesaikan dengan musyawarah. Jangan dengan amarah seperti ini”
Akhirnya dengan penjelasanku, mereka pun mengerti. Dan
mereka mau bermusyawarah untuk memecahkan masalah ini. Bukan untuk saling
menyalahkan satu antar yang lain, tapi koreksilah diri kita apakah sudah baik
atau belum.
“Ya sudah, menurutku kita harus meminta maaf kepada
peserta yang tidak kebagian snack. Kalau perlu kita ganti uang mereka sejumlah
harga snack yang tak dapat mereka terima. Pakailah saja uang kas untuk
menggantinya.” Usulku
“Aku setuju..” seru Akhrom dan Laela
Dan akhirnya semuanya sepakat dengan usulanku. Kami
pun saling bersalam-salaman. Dan meminta maaf satu antar yang lain.
“Terima kasih ya Syah, dengan kedatanganmu bisa
menenangkan suasana” jelas Akhrom
“Sudahlah Khrom, itu tugasku juga kan. Oh ya, Aku izin
pulang dulu yah Khrom. Masih ada yang harus ku kerjakan di pesantren.”
“Iya Syah....hati-hati ya.”
“Iya. . . teman-teman Aku duluan yah?
Assalamu’alaikum...” seruku sembari melangkahkan kaki ku keluar ruangan.
Aku pun segera cepat mengayuhkan sepedaku, agar segera
sampai ke pesantren. Sesampainya disana Aku langsung bergegas mengambil
mukenaku dan berangkat ke masjid. Karena hari ini jadwal Aku membantu Ustadzah
Nisa mengajar mengaji dan mengajar madrasah untuk adik-adik kelasku.Yah, suatu
kehormatan besar Aku bisa membantu beliau, jujur Aku pun sangat mengagumi sosok
Ustadzah Nisa yang begitu santun dan solekhah. Di umurnya yang baru menginjak
30 tahun, Ia sudah dapat menghafal 30 juz Al-Qur’an.
“Ustadzah, maaf saya terlambat 10 menit.” Ucapku
dengan nafas terengah-engah
“Ya Syah, tak apa.” Jawab Ustadzah Nisa dengan lembut.
Beliau memang tak pernah marah, jikalau Aku datang terlambat dan ketika Aku
melakukan suatu kesalahan.
Tanpa basa-basi Aku pun segera menempatkan diri, dan
memulai mengajar mengaji. Hingga waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB. Adzan isya
pun berkumandang dengan begitu indahnya, menggetarkan hati dan jiwa ini.
“Baiklah adik-adikku, insya allah besok kita lanjut
kembali.” Ucapku kepada adik-adik santriwati. Dan kemudian kami semua pun segera
mengisi shaf-shaf untuk mengerjakan sholat isya berjamaah, begitu pula dengan
Ustadzah Nisa.
“Aisyah, nanti setelah sholat isya bisakah kamu datang
ke kamar ku. Aku ingin berbicara sesuatu dengan kamu.” Pinta Ustadzah Nisa yang
ada di sebelah kananku.
“Iya, insya allah Ustadzah.”
Akhirnya setelah sholat isya berjamaah, Aku pun segera
menepati janjiku untuk datang ke asrama Ustadzah Nisa. Tak membutuhkan waktu
lama, Aku pun akhirnya sampai di kamar beliau.
“Assalamu’alaikum Ustadzah Nisa?”
“Waalaikum salam Syah, marilah masuk?” jawab Bu
Ustadzah yang ternyata sudah menanti di ruang tamu. Kemudian Ustadzah Nisa
mulai bercerita apa maksud mengundangku untuk datang ke kamarnya.
“Aisyah, sebelumnya Aku sangat senang kamu bisa
membantu di pesantren ini. Dengan segala prestasi yang telah kamu raih disini,
sungguh sangat mengagumkan.”
Penjelasan Ustadzah itu membuatku heran, tak seperti
biasanya ia mengatakan seperti itu.Apa mungkin karena sebentar lagi Aku akan
lulus dan tidak di pondok lagi. Dan ternyata dugaanku benar adanya.
“Saya, sebenarnya sedih jikalau kamu tidak mengajar
dan nyantren disini lagi. Tapi saya akan tetap sedih, kalau kamu tidak bahagia
Syah.” Tutur Ustadzah Annisa.
Saat itu juga air mataku berlinang, dan tak kusangka
air mata itu menetes ke tanganku. Dan saat itu juga Ustadzah Nisa mendekatiku
dan memelukku. Sungguh sangat hangat, tak kan pernah Aku lupakan saat ini.
“Ustadzah...terima kasih, Aisyah sayang sekali dengan
Ustadzah. Ustadzah sudah Aisyah anggap seperti keluarga Aisyah sendiri, terima
kasih Ustadzah” ucapku
Ustadzah Nisa hanya tersenyum dan mengelus-elus
kepalaku. Sekarang jarang Aku mendapat pelukan dari Ibu. Semenjak Aku
kuliah, Aku jarang bertemu dengan Ibu. Dan saat ini Aku seperti merasakan
pelukan hangat dari sosok Ibu.
Ketika ayam mulai berkokok, ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Aku
mulai beranjak beraktivitas. Karena hari ini adalah hari yang Aku
tunggu-tunggu, setelah satu minggu yang lalu ujian skripsi. Kini, akhirnya
wisuda sarjana Pendidikan Biologi. Dan di hari ini juga Aku pergi dari pondok
pesantren Basmalah untuk kembali ke kampung halamanku di Tegal, setelah 4 tahun
Aku belajar di pondok pesantren basmalah. Sungguh sangat tak kuasa, jika harus
meninggalkan pesantren ini, karena banyak sekali yang Aku dapatkan disini.
Disamping ilmu agama, juga keluarga baru yang sangat Aku sayangi. Tetapi Aku
harus tetap pergi demi cita-citaku menjadi seorang guru. Dan bagiku semua yang
telah Aku dapatkan disini, tak akan mudah begitu saja hilang dari ingatanku,
akan selalu Aku ingat dalam memori ingatanku.
Wisuda berlangsung dengan penuh hikmat, Alhamdulillah
juga berjalan dengan sangat lancar. Ketika Aku sedang mengikuti proses wisuda
itu di dampingi Ayah dan Ibuku juga teman-temanku, tiba-tiba saja ada petugas
keamanan kampus menghampiriku.
“Aisyah, ini ada titipan buat kamu?” Ucap pak Sutarno,
selaku petugas keamanan kampus.
“Dari siapa pak?” tanyaku penuh kebingungan.
“Bapak kurang tahu neng Aisyah, Bapak mendapatkan itu
dari seorang pemuda. Tapi sepertinya pemuda itu bukan dari kampus ini.” Jelas
pak Sutarno
Dengan tergesa-gesa Akupun mulai membaca isi surat
itu, dan betapa terkejutnya Aku ketika melihat isi surat itu bahwa itu dari
Reihan. Setelah sekian lamanya, Aku dan Dia tidak pernah berkomunikasi.
Tiba-Tiba saja Reihan mengirimku sepucuk surat, surat yang berisi menanyakan
kabarku. Dan di surat itu seolah-olah Dia tahu kalau Aku baru saja di wisuda.
Setelah membaca surat itu, seketika Aku langsung
berlari ke luar gedung Aula. Aku berhara bisa bertemu dengan Reihan, tapi
ternyata tidak. Reihan tidak ada, mungkin setelah memberi surat ini Dia
langsung pergi.
Kini secara resmi Aku sudah bisa mengajar, memberikan
ilmu yang Aku punya kepada orang lain. Dan atas rizki Allah, Aku diberi
kesempatan untuk menjadi pengajar di MAN Pemalang. Sekolahan yang
berbasis agama. Sambutan dari staff para pengajar dan siswa-siswi di sekolah
itupun sangat baik.
“Bu Aisyah, selamat datang di sekolah kita tercinta
ini. Nanti, Ibu akan di bantu oleh salah satu guru disini. Bapak Reihan, meski
dia bukan guru biologi saya yakin dia bisa membantu anda untuk lebih mengenal
sekolah ini dengan baik” Kata kepala sekolah dengan begitu ramahnya. Mendengar
nama Reihan, Aku sangat kaget. Namun yang ada di fikiranku bukanlah Reihan
temanku dulu, mungkin kebetulan namanya yang sama.
“Baiklah pak, dengan senang hati. Terima kasih
pak,telah menerima saya. Insya Allah saya akan bekerja semaksimal mungkin.”
Keluar dari ruang kepala sekolah, Aku langsung menuju
ke ruang kantor. Dan betapa terkejutnya Aku, ketika melihat di depan Aku adalah
Reihan. Ya, Reihan teman sekelasku waktu SMA.
“Reihan?” Sapaku sembari mendekatinya
Ia hanya menatapku saja, tanpa menjawab sapaan dariku.
Tetapi, kemudian ia pun membalasnya.
“Aisyah ya?” Ucapnya sembari tersenyum menatapku
Aku hanya menganggukkan kepalaku, pertanda bahwa Aku
mengiyakannya. Dan sungguh perasaan 4 tahun yang lalu kini terasa muncul
kembali. Perasaan kagum ketika bertemu dengannya, tapi Aku tidak ingin dibuat
pusing oleh perasaan ini. Dan kemudian kami pun ngobrol-ngobrol di meja kantor
ku. Kebetulan meja kantorku dengan Dia bersebelahan.
“Syah, rumahmu masih di Tegal kan? Boleh donk
kapan-kapan Aku main ke rumah kamu. Ya, barangkali kan Aku bisa menghitbah
kamu.......” Ucapnya
Menghitbah, kata-kata itu membuatku tertegun. Apakah
ia bercanda atau ia memang ingin menghitbahku.
“Syah.......Kok diem sih?”
“Ya Allah han, maaf. Oya, Aku ngajar dulu ya....Sudah
bel masuk jam ke 2-3 nih?”Ucapku mengalihkan pembicaraan, sembari segera
merapikan buku-buku yang harus Aku bawa ke kelas.
Reihan pun hanya diam saja, ia pun juga segera
merapikan buku-buku bahan ajarnya.
Keesokan harinya, ketika Aku sudah berangkat ke sekolahan untuk mengajar,
Tiba-tiba saja handpone ku berdering. Tangan kananku langsung bergegas
mengambil handponeku di tas dan segera mengangkatnya.
“Halo...Ibu...”
“Halo...Assalamualaikum nak, kamu bisa pulang sekarang
tidak?” Ucap ibu
“Waalaikum salam, ada apa bu... Aisyah harus mengajar
bu...?” Sanggahku
“Tapi ini tidak bisa di tunda nak, pokoknya kamu harus
pulang ya,ini penting sekali. Ibu tunggu...” Ucap ibu sembari menutup telepone
“Halo...Halo...Ibu...Yah, mati..”
Tiba-tiba saja Ibu Selvi selaku WAKA Sekolah datang.
“Kenapa Syah, sepertinya kamu sedang kebingungan?”
“Gini bu, Ibu saja menelpon katanya Saya harus segera
pulang. Katanya penting, saya takut ada apa-apa. Saya boleh minta izin sebentar
untuk pulang bu. . .”
“Oh, ya sudah sana. Biar nanti tak izinin Syah...”
“Makasih ya bu..” Ucapku sembari segera mengambil
sepeda motorku dan pulang kerumah.
Di rumah, Ibu dan Ayahku sudah menyambut kedatanganku.
Dan masya Allah...apa yang kulihat disana, yah Reihan bersama keluarganya juga
menyambut kedatanganku.
“Reihan. . . ?” Seruku kaget, sembari memberi salam
orangtuaku dan orangtua Reihan.
“Nak, ayo masuk. Reihan dan keluarganya sudah menunggu
kamu dari tadi loh...?” Ucap Ibuku sembari meraih tanganku, dan mengajakku
untuk masuk ke dalam rumah.
Ketika itu Aku masih sangat kebingungan dengan
kedatangan Reihan bersama keluarganya di rumahku.
“ Syah, tadi Aku sudah berbicara dengan kedua orangtua
Kamu.... “ Kata Reihan tiba-tiba
“Maksud kamu?” Jawabku sangat kebingungan
“Bismilahirohmanirrohim begini Syah, Aku datang kesini
ingin menghitbah kamu....dan Insya Allah kamulah tulang rusukku yang selama ini
Aku cari. Sejak SMA Aku memang sudah kagum dengan tutur katamu, budi pekerti
serta akhlak kamu. Namun, Aku mencoba untuk menahan hawa nafsuku. Keyakinanku
saat itu hanya satu, kalau kamu adalah jodohku pasti kita akan di pertemukan
oleh Allah. Dan Iatas ridho-Nya kita dipertemukan lagi.” Tutur Reihan panjang
lebar
Saat itu Aku hanya terdiam saja, aku kaget mendengar
perkataan Reihan. Betapa tidak, Reihan tidak pernah ngomong apapun dengan
rencananya ini. Dan tiba-tiba ia datang kerumahku dan ingin menghitbahku.
“Gimana Nduk?” Ucap Ayahku
“Gimana nak Aisyah?” Tanya Ibu Reihan
“Bismillahirrohmanirrohim, Aku menerima khitbahanmu
Reihan....Insya Allah, Akulah tulang rusukmu yang selama ini kamu cari” Jawabku
“Alhamdulillahirobil Alamin...” Seru orangtuaku dan
orangtua Reihan.
Hari ini adalah hari terindah bagiku, hari dimana Dia
mengungkapkannya. Kata-Kata itu yang selama ini Aku tunggu darinya, akhirnya
Dia ungkapkan juga. Dan tak berselang lama Reihan menghitbahku, akhirnya ia pun
juga menikahiku. Dan kini Aku benar-benar yakin, setelah akad nikah telah
terucap bahwa Akulah tulang rusuknya.
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://4rrwani.blogspot.com/. Terima kasih.
Newer Posts
Newer Posts
Older Posts
Older Posts
Comments