KURIKULUM BARU 2013, ANTARA SIAP DAN TIDAK SIAP
Penulis : Wahyudi
Program Studi : Pendidikan Matematika
KURIKULUM BARU 2013, ANTARA SIAP DAN TIDAK SIAP
“Allah SWT tidak akan mengubah kondisi/nasib suatu
kaum
sehingga kaum tersebut mau merubahnya “
Perlukah kita terkejut
dengan lahirnya kurikulum baru 2013? Apa sangat signifikan bagi masyarakat awam
tentang perubahan kurikulum? Bagi masyarakat awam tentunya perubahan kurikulum
ibarat sebuah pameran formalitas rutinan tahunan atau empat tahun sekali dalam
sebuah rezim suatu negara. Mereka kurang tahu menahu tentang hakikat perubahan
kurikulum. Baginya, yang penting anak-anak bangsa dapat mengenyam dunia
pendidikan dengan penuh dinamika humaniora dan memiliki value of profan.
Itu sudah bersyukur !
Masyarakat
Indonesia sangatlah dewasa dalam menghadapi pembaruan dinamika kurikulum.
Diakui atau tidak, bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia bisa
dibilang berubah-ubah dari tahun ke tahun. Tahun 2013 ini dipastikan akan
digunakan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013. Jika melihat perkembangan
kurikulum yang ada di Indonesia, terhitung sudah ada 5 kurikulum atau lebih
yang terus berkembang mengikuti tuntutan perkembangan yang ada di Indoesia
(baca: perkembangan Kurikulum di Indonesia).
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan kini sedang gencar melakukan sosialiasi kurikulum
2013 yang dinilai memiliki muatan pembelajaran yang mampu mendorong siswa lebih
kreatif. "Untuk kurikulum sebelumnya, sisi kreativitas siswa ini kurang
disentuh. Karenanya, dalam kurikulum 2013 yang akan diterapkan mulai tahun
ajaran 2013/2014 akan lebih mendorong siswa untuk kreatif".
Kreativitas
adalah modal yang harus dimiliki setiap siswa agar mampu mengikuti perkembangan
zaman serta mencari solusi atas masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu
kreativitas tersebut sangat ditentukan oleh pendidikan dan hanya ada sedikit
pengaruh dari gen yang dimiliki. Dengan demikian, pendidikan pun harus bisa
ditujukan untuk mendorong siswa lebih kreatif. Filosofinya adalah pendidikan
yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik
dan masyarakat serta berorientasi pada
pengembangan kompetensinya.
Bayangkan
bahwa tahun ajaran 2013/2014, metode pembelajaran tematik ini hanya akan
dilakukan untuk siswa kelas 1 dan 4, sedang siswa kelas 2,3,5, dan 6 masih
menggunakan kurikulum lama. Buku tematik pembelajaran untuk siswa SD sudah siap
namun sedang dalam proses peninjauan oleh tim ahli.
Untuk
tingkat sekolah dasar (SD), kurikulumnya akan bersifat tematik integratif.
Alhasil ada jumlah mata pelajaran yang diajarkan menjadi berkurang. “Jadi mata
pelajaran kita compress dari 10 menjadi 6 mata pelajarannya,” kata Menteri Pendidikan,
M. Nuh.
Jumlah jam
belajar pun akan bertambah menjadi 6 jam. Selain itu M. Nuh juga menjelaskan
kegiatan ekstrakurikuler akan diwajibkan, terutama untuk kegiatan Pramuka.
“Ekstrakurikuler menjadi bagian utuh dari mata pelajaran,”
Kurikulum
SMP 2013, mata pelajaran yang diajarkan yakni Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni
Budaya, Pendidikan Jasmani, dan Prakarya. Oleh karena itu, Kita berharap guru
dan sekolah tidak perlu khawatir untuk menerapkan kurikulum 2013 karena masih
akan diberkan pendampingan baik dari kepala sekolah, pengawas dan guru inti.
Harus Militan
Cetusan
kebijakan penerapan kurikulum 2013 menuai kondisi pro dan kontra dikalangan
piranti lembaga pendidikan dan wajar-wajar saja. Namun sebagai pelaksana
program pendidikan tidah usah cemas. Hal itu disebabkan_____ segudang bekal
pengalaman dari perubahan kurikulum mulai 1994 sampai kurikulum KBK dan KTSP. Apakah
mereka kurang militan atau hanya sebagai wacana opini humoristik ansich?
Entah.. Apakah ini sesuatu yang baru dalam pendidikan kita?
Penulis meyakini, bahwa secara
konseptual proses pembelajaran yang ditawarkan dalam Kurikulum 2013 ini
bukanlah hal baru. Jika kita cermati kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum
2006 (KTSP), pada dasarnya menghendaki proses pembelajaran yang sama
seperti apa yang tersurat dalam Kurikulum 2013 di atas. Pada periode KBK
dan KTSP, kita telah diperkenalkan atau bahkan kebanjiran dengan aneka konsep
pembelajaran mutakhir, sebut saja: Pembelajaran
Konstruktivisme, PAIKEM, Pembelajaran Kontekstual, Quantum Learning, Pembelajaran Aktif, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Pembelajaran Inquiry, Pembelajaran Kooperatif dengan
aneka tipenya, dan sebagainya. Jika dipersandingkan dengan
Kurikulum 2013, konsep-konsep pembelajaran tersebut pada intinya tidak jauh
berbeda.
Nah, perlu dipahami bahwa perubahan
dan pengembangan kurikulum sebenarnya merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia sebagai instrumen
yang membantu praktisi pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Caswell
menyatakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru
melakukan tugasnya mengajar dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengembangan
kurikulum tidak pernah berhenti, ia merupakan proses yang berkelanjutan dan
proses siklus yang terus menerus sejalan dengan perkembangan dan tuntutan
perubahan masyarakat. Pengembangan Kurikulum 20013 diisyaratkan bahwa
proses pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca,
mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.
Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active
learning) dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan
Kurikulum 20013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud). Perumusan hakikat peminatan
dalam implementasi Kurikulum 2013 bahwa peminatan dapat difahami sebagai upaya
advokasi dan fasilitasi perkembangan peserta didik agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga mencapai perkembangan
optimum. Peminatan pada dasarnya adalah proses yang berkesinambungan untuk
memfasilitasi peserta didik mencapai Tujuan Utuh Pendidikan Nasional. Dalam
artian peminatan adalah sebuah proses yang didalamnya melibatkan serangkaian
pengambilan pilihan dan keputusan oleh peserta didik yang didasarkan atas
pemahaman potensi diri dan peluang yang ada di lingkungannya.
Pada prinsipnya
pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan
teknologi yang perlu diimbangi perkembangan pendidikan. Manusia, disisi lain
sering kali memiliki keterbatasan kemampuan untuk menerima, menyampaikan dan
mengolah informasi, karenanya diperlukan proses pengembangan kurikulum yang
akurat dan terseleksi dan memiliki tingkat relevansi yang kuat. Dalam hal ini
merealisasikannya maka diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan
pendekatan yang sesuai.
Kurikulum sebagai
perangkat yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan anak secara keseluruhan,
khususnya kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi sehari-hari perlu
dipikirkan pengalaman apa yang diperlukan oleh siswa untuk memenuhi kebutuhan
tersebut
Dalam
pengembangannya, kurikulum melibatkan berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang
secara langsung ataupun tidak langsung memiliki kepentingan dengan keberadaan
pendidikan yang dirancang, yaitu mulai dari ahli pendidikan, ahli bidang studi,
guru, siswa, pejabat pendidikan, para praktisi maupun tokoh panutan atau
anggota masyarakat lainnya.
Menurut Taba
apabila seseorang memahami perkembangan kurikulum sebagai tugas yang
membutuhkan keteraturan, maka harus diketahui aturan ketika keputusan dibuat
dan bagaimana cara keputusan-keputusan tersebut dibuat, untuk memastikan bahwa
semua pertimbangan yang relevan telah tercakup dalam keputusan-keputusan
tersebut.
Model
pengembangan kurikulum rogers adalah kurikulum yang dikembangkan hendaknya
dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan
dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal.
Pemenuhan Fasilitas Mutu dan Arah Pendidikan
Pendidikan
sangat memerlukan fasilitas dan sarana-prasarana yang memadai. Namun perlu
diketahui, ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu pendidikan yang
dihasilkan, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya fisikal. Guru atau
pendidik, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lain menjadi sumber
daya manusia (human resources) yang akan mempengaruhi mutu hasil belajar
siswa (outcomes). Proses belajar mengajar tidak dapat berlangung dengan
nyaman dan aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas,
buku dan bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga
yang dapat diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium,
bahkan juga kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku
pelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai
infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities).
Singkat kata, mutu SDM yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah
merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
Setidaknya,
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat
membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy), dan
kecakapan hidup (life skills) ini memang pasti. Selain itu,
peserta didik harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial (emotional
dan social intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan masyarakat.
Terkait dengan berbagai macam kecerdasan, Howard Gardner menegaskan
bahwa “satu-satunya sumbangan paling penting untuk perkembangan anak
adalah membantunya untuk menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya.” Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya
yang sesuai dengan potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta
sesuai dengan tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values)
yang diperlukan untuk memeliharan dan menstransformasikan budaya dan
kepribadian bangsa.
Dalam
perspektif psikologi pendidikan dikenal sebagai ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dalam perspektif sosial dikenal dengan istilah 3H (head,
heart, hand). Tokoh pendidikan dari Minang mengingatkan bahwa “Dari pohon
rambutan jangan diminta berbuah mangga, tapi jadikanlah setiap pohon mangga itu
menghasilkan buah mangga yang manis” (Muhammad Sjafei, INS). Semua itu pada dasarnya
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional “…. berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Guru professional dan penuh
pelatihan, itulah yang diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat.
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://4rrwani.blogspot.com/. Terima kasih.
Newer Posts
Newer Posts
Older Posts
Older Posts
Comments