KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sejak
kelahirannya pada awal abad ke-7 di Mekkah, Islam terus mengalami perkembangan
yang pesat melewati berbagai tantangan yang sangat berat, sampai akhirnya
tersebar ke seluruh dunia.[1] Bernard
Lewis menulis, sampai akhir kekuasaan Khulafa’urrasyidin wilayah Islam
terbentang luas dari Maroko sampai Indonesia, dari Kazakhtan sampai Sinegal.[2]
Seperti apapun
kronologi wafatnya Kholifah Ali bin Abi Thalib, yang jelas hal ini telah
menginspirasikan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan untuk tampil sebagai pemegang
tampuk kekuasaan islam, yang akhirnya berhasil dan mengubah kekuasaan dengan
sistem dinasti dan diberi nama khilafah bani Umayyah. Dengan segala kelebihan
dan kekurangannya dinasti yang dibentuk mu’awiyah akhirnya dinasti ini runtuh
pula.
Indikasi keruntuhan dinasti Bani Umayyah
sebenarnya sudah tercium sepeninggal khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Kedamaian dan
ketentraman yang dirasakan masyarakat berganti dengan kekacauan dan
kerusuhan. Keadaan ini terus berlanjut hingga pucuk pimpinan dinasti ini
dipegang khalifah Hisyam ibn Abdul Malik dan khalifah-khalifah berikutnya. Di
sisi lain kelompok oposisi yang digalang oleh keturunan Abbas ibn Abdul
Muthalib yang mendapatkan dukungan dari golongan mawali (non-Arab) dan Abu Muslim al-Khurasani menjelma menjadi
momok menakutkan, ditambah lagi khalifah-khalifah yang menggantikan Hisyam Ibn
Abdul Malik begitu lemah dan bermoral buruk. Ketika Marwan Ibn Muhammad naik
tahta, Khalifah yang tercatat sebagai khalifah terakhir dari Bani Umayyah ini karena
adanya kekacauan, dia melarikan diri ke Mesir dan akhirnya terbunuh di sana. Dan pada saat itulah
kekhalifahan berpindah kepada Bani Abbasiyah.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan pembahasaan
makalah ini adalah :
1.
Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan
Abbasiyah
2.
Sistem pergantian Kholifah
3.
Prestasi yang dicapai
4.
Sebab kemunduran
C.
Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah
di atas, penulis mempunyai tujuan agar :
1.
Mengetahui Awal munculnya dinasti Bani
Umayyah dan Abbasiyah
2.
Mengetahui Sistem pergantian Kholifah
3.
Mengetahui Prestasi yang dicapai
4.
Mengetahui Sebab kemunduran
BAB II
PEMBAHASAN
A. DINASTI BANI
UMAYYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Umayyah
Nama ” Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah
ibnu” Abdi Syam ibnu ”Abdi Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di
zama Jahiliyah[3]. Bani
Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan
para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh
Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah
seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap masa
pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa Ustman, Mu’awiyah
diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak dengan
praktik nepotisme dengan Mu’wiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat
nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para
pendukung Ali.[4]
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki
Mu’awiyah mulai bekerja. Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang
mampu mengambil posisi kekuasaan dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa
Ustman, betapa Mu’awiyah mampu membangun koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga
Bani Umayah tetap menjadi pihak yang diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali,
Mu’awiyah telah mulai melakukan gerakan politik untuk meraih posisi puncak
dalam kekuasaan. Mu’awiyah mampu memanfaatkan kelemahan dan keluguan kekuasaan
Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah
memiliki kekuatan penuh, sehingga pada saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung
mengambil alih kekuasaan dengan sangat mudah dan terkordinasi dengan baik.
Salah satu kepekaan nalar politik Mu’awiyah ialah mampu belajar pada pengalaman
yang terjadi pada tiga khalifah sebelumnya, yang berakhir dengan pembunuhan.
Pilihan memindahkan kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan
kecerdasan politik Mu’awiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang
sangat tragis di kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk
menghindari tragedi pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah
sebelumnya. Akhirnya, Mu’awiyah dan dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari
luar jazirah Arab, mencoba bersebarangan dengan para pendahulu-pendahulunya
yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab. Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun
660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke Damaskus, tempat kedudukan baru
khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama
Islam, pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat
Yunani Romawi Timur.[5]
b. Sistem Pergantian Kholifah
Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa
kekuasaan masih berjalan secara demokratis, tetapi setelah berjalan dalam
beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model pemerintahnya dengan model pemerintahan
monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).[6] yaitu
sebagai berikut:
NO
|
NAMA
|
MASA BERKUASA
|
1
|
Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan
|
661-681 M
|
2
|
Yazid ibn Mu’awiyah
|
681-683 M
|
3
|
Mua’wiyah ibnu Yazid
|
683-685 M
|
4
|
Marwan ibnu Hakam
|
684-685M.
|
5
|
Abdul Malik ibn Marwan
|
685-705 M
|
6
|
Al-Walid ibnu Abdul Malik
|
705-715 M
|
7
|
Sulaiman ibnu Abdul Malik
|
715-717 M
|
8
|
Umar ibnu Abdul Aziz
|
717-720 M
|
9
|
Yazid ibnu Abdul Malik
|
720-824 M
|
10
|
Hisyam ibnu Abdul Malik
|
724-743 M
|
11
|
Walid ibn Yazid
|
734-744 M
|
12
|
Yazid ibn Walid [ Yazid III]
|
744 M
|
13
|
Ibrahim ibn Malik
|
744 M
|
14
|
Marwan ibn Muhammad
|
745-750 M
|
c.Keberhasilan
Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi
menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material
:
1. Muawiyah mendirikan Dinas pos
dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya
disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
2. Mu’awiyah
merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid
tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya, karena
khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.
3. Lambang kerajaan sebelumnya
Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa
Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu
menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
4. Mu’awiyah
sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada
masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik,
sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.
5. Arsitektur semacam seni yang
permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang
megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah
As-Sakharah).
6. Pembuatan mata uang dijaman
khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
7. Pembuatan panti Asuhan untuk
anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang
infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
8. Pengembangan angkatan laut
muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan
mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu
berjumlah 1700 buah.
9. Khalifah Abd
Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi sehingga sampai
berdampak pada orang-orang non Arab
menjadi pandai berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan
pengetahuan tata bahasa Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa
Arab oleh Sibawaih dalam al-Kitab.
10. Merubah
mata uang yang
dipakai di daerah-daerah yang
dikuasai Islam. Sebelumnya
mata uang Bizantium
dan Persia seperti
dinar dan dirham. Penggantinya uang dirham terbuat dari
mas dan dirham dari perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
11. Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua
Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah
kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova,
Granada, dan Toledo.
12. Dibangun
mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi mesjid,
sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di al-Quds
(Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid al-Aqsha. Monumen terbaik yang ditinggalkan
zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha yang
menurut riwayatnya tempat Nabi
Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan mi’raj
ke langit, mesjid Cordova di Spanyol
dibangun, mesjid Mekah dan Madinah
diperbaiki dan diperbesar oleh
Abdul Malik dan Walid.
13. Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega
raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.
b). Bidang
Immaterial
1. Mendirikan pusat
kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama- nama besar
seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang
menjadi perhatian adalah tafsir, hadits,
fikih, dan kalam.
2. Penyair-penyair
Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab Jahiliyah
dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri
(w. 701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah (w.
699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.),
Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni
Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu
naqli ; berupa filsafat dan eksakta. Dan
ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan
filsafat. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan
dinasti Umayah, antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya.
Sehingga secara perlahan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama,
Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu
al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi),
Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi
: ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari
Persia dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu
yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat,
seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang
undang-undang yang bersumber dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari
tentang tafsir al-Qur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada
masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan
al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam
mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya melahirkan
ilmu hadist. Dan akhirnya kitab tentang
ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadist
yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah
bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah
at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam
bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Ibn Syihab
az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu Syihab telah
dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai zaman.
Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.[7]
4. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan,
terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan
sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam
bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian
pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta
yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini
diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan
banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk karya Aristoteles :Categoris,
Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya Porphyrius :Isagoge.[8]
d. Kemunduran Dinasti
Umayyah
Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah, sejak
Umayah berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi
Islam. Tetapi, kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar
seperti yang dilakukan oleh Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan,
dan ditambah lagi dengan pola suksesi yang bersifat keluargaan telah
memunculkan perlawanan yang keras dari lawan-lawan politik Bani Umaya. Sejak
sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah terus
mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam kekuataan politik. Kelemahn
ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-musuh Bani Umayah
untuk dihancurkan, dan segera diganti.
Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara
lain :
1. System suksesi khalifah dengan cara dinatian bukan tradisi Arab dan lebih
mengandalkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menimbulkan
menimbulkan persaingan yang keras di kalangan anggota keluarga.
2. Latar belakang terbentuknya Bani Umayah tidak terlepas dari konflik politik
yang terjadi di masa Ali. Ktbu Ali (Syi’ah) dan kubu khawarij yang masih
tersisa, terus menjadi oposisi dan melakukan perlawanan terhadap Bani Umayah,
baik dengan terang-terangan maupun dengan cara sembunyi-sembunyi. Penumpasan
terhadap kelompok-kelompok ini, banyak menyedot kekuatan pemerintah Bani
Umayah.
3. Pada masa Bani Umayah pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) terus menruncing. Konflik ini membuat
penguasa Bani Umayah merasa kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan.
4. Faktor lemahnya Bani Umayah juga akibat sikap hidup mewah orang-orang di
lingkungan istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban
berat kekuasaan. Kemudian, banyak para agamawan yang kecewa dengan penguasa
Bani Umayah karena penguasa ini sudah tidak memperhatikan pengembangan agama.
5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd
Thalib yang mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum
Mawali.[9]
Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh
pembunuhan terhadap khalifah Marwan yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shaffah,
setelah itu ia menjadi khalifah dalam kekuasaan umata Islam. Kemudian kelompok
Abul Abbas, beralih menghancurkan Yazid bin Umar bin Hubairah, yang merupakan
benteng terakhir kekuasaan dinasti Umayah.[10] Jadi,
hancurnya dua kekuayaan Umayah ini, menjadi akhir dari kiprah bani Umayah dalam
sejarah kekuasan Islam.
B. DINASTI ABBASIYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Abbasiyah
Khilafah Bani Abbasyiyah adalah penerus
tongkat estafet perjuangan Islam dari
khilafah bani Umayyah yang berhasil mereka gulingkan pada tahun 750 M. Akar
munculnya khilafah ini dimulai dari tindakan propaganda Abbasiyah yang dimotori
oleh Ibrahim (orang Bani Abbas/saudara Saffah) yang mendapat dukungan dari
pemuka khurasan bernama Abu Muslim. Ditambah lagi kekuatan oposisi yang semakin
solid serta pemegang kursi pemerintahan bani Umayyah semakin melemah. Dari tindakan propaganda ini
akhirnya memunculkan perselisihan seru antara bani Umayyah dan bani Abbasiyah yang diakhiri dengan
jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah.
Dinasti Abbasiyah muncul juga tidak bisa
dilepaskan dari bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap bani
Umayyah di dalam sosial, politik dan administrasi. Orang-orang Persia percaya
kepada hak agung raja-raja (yang berasal dari Tuhan). Kekhalifahan menurut
mereka merupakan kekuasaan dari Allah. Hal ini nampak jelas dalam ucapan
al-Manshur yang menyatakan:“Innamaa Anaa
Sulthaanullah fii Ardlihii” (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di
bumi-Nya). Dengan demikian, konsep
khilafah dalam pandangannya merupakan mandat langsung dari Allah bukan dari
rakyat. Sistem kekhalifahan semacam ini sangat berbeda dengan sistem
kekhalifahan pada masa Khulafaur Rasyidun
dimana kekhalifahan mereka berasal dari rakyat.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah dari keturunan al-Abbas paman Nabi
Muhammad S.A.W.
b. Sistem Pergantian Kholifah
Sistem pemerintahan yang diterapkan bani
Abbasiyah masih sama dengan pendahulunya, bani Umayyah dengan sistem kekuasaan
absolutisme. Mereka mengangkat dan mengumumkan seorang atau dua orang putra
mahkota atau saudaranya sendiri untuk terus mempertahankan kepemerintahan.
Kebijakan menerapakan sistem seperti ini tentu saja menimbulkan kecemburuan dan
kebencian diantara sesama keluarga. Sebagai contoh, tatkala al-Manshur naik
tahta, dia mengumumkan Mahdi sebagai putra mahkota pertama dan menunjuk Isa ibn
Musa, kemenakannya sebagai putra mahkota kedua. Saat itu juga al-Manshur
mengasingkan Isa sama sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah pertama
al-Shaffah.
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pemimpin
umat Islam mengangkat Abdullah al-Saffah
ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas sebagai khalifah mereka
yang pertama walaupun masih ada Abu Ja’far (al-Manshur) yang nantinya akan
menjadi khalifah yang kedua. Kekhalifahan bani Abbasiyah berlangsung dalam
rentang waktu yang sangat panjang dan pada periode pertama (750 – 848 M)
tercatat kurang lebih 10 khalifah yang memimpin dengan silsilah keturunan
sebagai berikut :
NO
|
NAMA
|
MASA BERKUASA
|
1.
|
Saffah ibn Muhammad
|
(132 H/750 M)
|
2.
|
Abu Ja’far al-Manshur ibn Muhammad
|
(136 H/754 M)
|
3.
|
Mahdi ibn al-Manshur
|
(158 H/775 M)
|
4.
|
Hadi ibn Mahdi
|
(169 H/785M)
|
5.
|
Harun al-Rasyid ibn Mahdi
|
(170 H/786M)
|
6.
|
Amin ibn Harun
|
(193 H/804 M)
|
7.
|
Ma’mun ibn Harun
|
(198 H/813 M)
|
8.
|
Mu’tashim ibn Harun
|
(218 H/833 M)
|
9.
|
Watsiq ibn Mu’tashim
|
(227 H/842 M)
|
10.
|
Mutawakkil ibn Mu’tashim
|
(232 H/848 M)
|
Dalam perkembangannya, di bawah khalifah
Saffah, ibu kota negara berada di kota Anbar dekat kufah dengan istana yang
diberi nama al-Hasyimiyah. Namun
demi menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu akhirnya pada tahun 762 M
al-Manshur memindahkan ibu kota negara ke Baghdad dengan istana
al-Hasyimiyah II. Dengan demikian, pusat pemerintahan daulah Bani Abbas berada
di tengah-tengah bangsa Persia.
Diantara
langkah-langkah yang diambil al-Manshur dalam menertibkan pemerintahannya
antara lain :
1. Mengangkat pejabat di lembaga
ekskutif dan yudikatif.
2. Mengangkat wazir (menteri) sebagai koordinator departemen. Dan wazir pertama
yang diangkatnya adalah Khalid ibn Barmak berasal dari kota
Balkh Persia
3. Mengangkat sekretaris negara dan
kepolisian negara dan membenahi angkatan bersenjata
4. Memaksimalkan peranan kantor pos.
Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan
tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
5. Berdamai dengan kaisar
Constantine V, dan selama gencatan senjata, Bizantium membayar upeti tahunan.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah
diletakkan oleh Shaffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini
berada pada beberapa khalifah sesudahnya. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai
klimaks kesuksesan adalah pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid dan
puteranya al-Ma’mun.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik yang ada, para
sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode
dengan karakteristik yang berbeda-beda pula :
1.
Periode pertama (132
H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama
2.
Periode kedua (232
H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama
3.
Periode ketiga, (334
H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan
dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga
masa pengaruh Persia kedua.
4.
Periode keempat,
(447 H/1055 M – 590 H/1194 M) masa
kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya
disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5.
Periode kelima, (590
H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,
tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.
c.Keberhasilan
Yang Dicapai
Dalam hal ini
terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang
Material :
Pada zaman al-Mahdi, sebenarnya perekonomian
sudah mulai menggeliat dengan peningkatan di sektor pertanian, melaluai irigasi
dan peningkatan hasil pertambangan. Diantara prestasi-prestasi yang berhasil
diraih al-Mahdi antara lain:
1.
Dia membangun
gedung-gedung sepanjang jalan menuju Makkah.
2.
Masjid Agung di
Madinah diperbesar tetapi menghapus nama khalifah bani Umayyah, Walid dari
dinding masjid itu dan mengganti dengan namanya.
3.
Membangun tempat
pelayanan pos antara Makkah dan Madinah kemudian Yaman yang berfungsi sebagai
tempat pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.
4.
Membuat benteng di
beberapa kota khususnya Rusafa di bagian Baghdad Timur
Popularitas daulah bani Abbasiyah mencapai
puncak peradaban dan kemakmurannya di zaman Harun al-Rasyid (786-809 M) dan
puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak, dimanfaatkan Harun untuk
keperluan sosial. Istana-istana besar, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter
dan farmasi didirikan. Bahkan menurut sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa
sebenarnya Harun ingin menggabungkan laut tengah dengan laut merah. Namun Yahya
ibn Khalid (dari keluarga barmak) tidak menyetujui gagsan itu. Pada masa al-Ma’mun menjadi khalifah,
ia banyak mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya terbesarnya adalah
pembangunan Bait al-Hikmah, pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
sangat besar.
Baghdad, kota kuno yang didirikan oleh
orang-orang Persia, merupakan tempat perdagangan yang kerap kali dikunjungi
oleh pedagang dari India dan Cina. Para Insinyur, tukang batu, dan para pekerja
tangan didatangkan dari Syiria, Bashra, Kufa untuk membantu didalam memperindah
kota. Bahkan di daerah pinggir kota ini sudah terbagi menjadi empat bagian pemukiman
yang masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang dipercaya untuk mendirikan
pasar di pemukimannya. Demikianlah di zaman Abbasiyah pertama. Baghdad menjadi
kota terpenting di dunia sebagai sentral perdagangan, ilmu pengetahuan dan
kesenian. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan
lain semakin bertambah banyak dan menjadi hal menarik dalam kesenian
muslim.
a). Bidang Imaterial
:
Kemajuan yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan
sain (Harun Nasution, 2001:65-69). Ilmu
agama yang dikembangkan pada masa ini mencakup:
a. Ilmu Hadits
Tokohnya:
Al-Bukhori dengan kitabnya al-Jam’i al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim
dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan
al-Nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Tokohnya: Ibnu
Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsir al- Qur’an sebagai
pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar
al-Ashfahani dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya
Al-Muqthathaf.
c. Ilmu Fiqih
Tokohnya: Abu
Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar, Malik
dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqh al-Akbar
fi al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
d. Ilmu
Tasawuf atau Mistisisme Islam
Tokohnya: Abu
Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab Ahl al-Tasawuf,
Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali
dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim al- Qusyairi
dengan karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami,
Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.
e. Ilmu Kalam atau Theologi
Tokohnya seperti
Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail,
al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi
dari ahli sunnah.
f. Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokohnya: Ibn
Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
g. Ilmu Sastra
Tokohnya: Abu
al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan
karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya
seperti ilmu al-Qori’ah, ilmu Bahasa,
dan Tata Bahasa. Di antara ilmu yang menarik pada masa dinasti Abbasiyah
adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku
yang berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan ini muncul para filosof
Islam, seperti:
a. Al-Kindi
(185-260 H/801-873 M)
Al-Kindi lahir di
Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan al-Qifti
menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi,
geometri, sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240
meteorology, dimensi, benda-benda pertama, dan spesies tertentu logam dan
kimia.
b. Al-Razi
(251-313 H/865-925 M)
Nama latinnya
adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya antara lain:
Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafiyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab
al-Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.
c. Al-Farabi
(258-339 H/870-950 M)
Di Barat dikenal
dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/ Transoxania).
Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan
pengobatan. Dalam bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara karyanya
adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’ bayn Ra’y
al-Hakimayn, Fushush al-Hikam, dll.
d. Ibn Sina
(370-428 H/980-1037 M)
Nama latin Ibn
Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli
filsafat dan kedokteran,
beliau juga memiliki karya
dalam bidang logika, matematika, astronomi, fisika,
mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab
al-Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, dll.
e. Al-Ghazali
(455-507H/1059-1111 M)
Beliau bergelar
hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya antara lain:
Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin, Qawaid
al-‘Aqaid, Misykat al-Anwar, dll.
f. Ibn Rusyd
(520-595 H/1126-1198 M)
Di Barat namanya
Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat: Bidayatul
Mujtahid, Faslul Maqal fi ma baina al-Hikmati was Syari’at min al- Ittisal,
Manahij al-Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.
g. Ibn Bajjah (w.
533 H/1138 M)
Beliau lahir di
Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’,
Tadbir al-Mutawahhid, dll.
h. Ibn Tufail
(506-581 H/1110-1185 M)
Beliau lahir di
Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan
sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.
Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy,
yakni antara lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium
(lembaga ilmiah yang melakukan penelitian
dan pengajarannya sekaligus)
di samping perpustakaan. Dengan
kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan, seperti:
a. Kedokteran
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina
dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang
memuat 760 obat-obatan.
b. Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir
Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat
diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui
cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat
menghancurkan emas dan perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai
campuran logam.241
c. Astronomi
Tokohnya:
Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa
al-Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat
perbaikan tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu
Timur Lenk) menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018
bintang.
d. Matematika
Tokohnya yang
populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad IX.
Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
e. Optik
Tokohnya adalah
Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku besar
tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga
mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
f. Fisika
Tokohnya Abdul
Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom) tahun
1121 M.
g. Geografi
Tokohnya:
Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah
(The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The
Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The
Wonders of Lands), dll.
h. Sains lainnya
Seperti Botani
(Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir ibn
Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).
d. Kemunduran
Dinasti Abbasiyah
Setelah
kekuasaan bani Seljuk berakhir, khalifah bani Abbasiyah berkuasa kembali dan
titak lagi berada di bawah pengaruh satu dinasti tertentu. Namun demikian,
banyak dinasti-dinasti kecil Islam yang independent. Wilayah kekuasaan bani
Abbasiyah menyempit di Baghdad dan sekitarnya yang menunjukkan pada kelemahan
politik mereka. Keadaan ini dibaca oleh tentara Mongol dan Tartar untuk
menyerang Baghdad yang akhirnaya bisa mereka kuasai.
Masa
kemunduran bani Abbasiyah sebenarnya sudah dimulai sejak periode kedua. Namun
karena khalifah yang berkuasa sangat kuat, benih kehancuran dinasti ini masih
belum sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa
apabila khalifah yang berkuasa kuat, para menteri cenderung berperan sebagai
kepala pegawai sipil yang hanya mendapatkan bayaran, tetapi jika khalifah
lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan sepenuhnya. Di samping
kelemahan khalifah yang menjadi penyebab kemunduran, ada beberapa faktor lain
yang menjadi sebab kemunduran khilafah bani Abbasiyah, antara lain:
1. Persaingan Antar
Bangsa
Dalam
berdirinya khilafah bani Abbasiyah, mereka lebih memilih bersekutu dengan
bangsa Persia dari pada bangsa Arab. Persekutuan ini disebabkan karena mereka
sama-sama tertindas selama bani Umayyah berkuasa. Di sisi lain, bangsa Arab
beranggapan bahwa mereka lebih istimewa dibandingkan dengan bangsa non Arab di
dunia Islam. Pada waktu itu tidak ada kesadaran untuk merajut elemen-elemen
yang beraneka ragam tersebut dengan kuat. Akibatnya yang muncul adalah
fanatisme kearaban dan fanatisme antar bangsa. Setelah al-Mutawakkil naik
tahta, dominasi Turki dalam kepemerintahan tak terbendung lagi. Sejak itu
kekuasaan khilafah bani Abbasiyah sebenarnya sudah berakhir berganti ke tangan
orang-orang Turki, bani Buwaih, dan bani Seljuk.
2. Kemerosotan
Ekonomi
Khilafah bani
Abbasiyah juga mengalami kemunduran dalam bidang ekonomi bersamaan dengan
kemunduran dalam bidang politik. Walaupu periode pertama terbilang sukses
perekonomiannya, namun memasuki periode kedua mengalami kemerosotan. Pendapatan
negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan menyempitkan wilayah
kekuasaan mereka dan banyaknya kerusuhan yang mengganggu perekonomian bangsa.
Kondisi
politik yang tidak stabil menyebabkan
perekonomian semakin memburuk. Sebaliknya, perekonomian yang buruk semakin
memperlemah kondisi polotik dinasti Abbasiayah, kedua faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.
3. Konflik Keagamaan
Pada periode
pertama sudah bermunculan gerakan-gerakan keagamaan yang membuat beberapa
khalifah waktu itu merasa berang dan berusaha untuk memberantasnya. Al-Mahdi
bahkan mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang zindiq
dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi semua itu
tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik di antara merekapun bermunculan.
Mulai dari polemik tentang ajaran sampai pada konflik bersenjata yang
menumpahkan darah diantara kedua belah pihak.
Konflik
keagamaan tidak terbatas antar muslim dan zindiq atau Sunni dengan Syi’ah,
melainkan juga antar aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional,
dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua
golongan ini dipertajam oleh al-Ma’mun
saat menjabat sebagai khalifah dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab
resmi dinasti Abbasiyah. Pada masa al-Mutawakkil, giliran golongan salaf yang
menjadi madzhab resmi, sementara Mu’tazilah dibatalkan.
4. Ancaman dari Luar
Setidaknya
ada dua Faktor eksternal yang mempengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyah. Pertama,
perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang yang menelan banyak
korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.
Begitu juga orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah
Paus Urbanus II mengeluarkan seruan kepada umat Kristen Eropa supaya melakukan
perang suci yang lebih dikenal dengan sebutan perang Salib.
BAB III
KESIMPULAN PENUTUP
a. Kesimpulan
- Bani Umayyah
Bani Umayah merupakan salah satu dinasti Islam yang
cukup masyhur seperti yang penguasa-penguasa muslim yang lain. Bahkan pada masa
ini, perubahan demi perubahan dilakukan, setidaknya keberanian Bani Umayah
untuk keluar dari tradisi Arab dalam masalah pergantian kepemimpinan serta
pemindahan pusat kekuasaan dari Jazirah Arab ke Damaskus (luar jazirah Arab)
menjadi bukti sederhana tentang dinamika yang terjadi pada masa Bani Umayah
berkuasa.
Tulisan di atas walaupun sangat singkat telah
memberikan gambaran tentang pergulatan kekuasan Bani Umayah dengan segala
dinamikan yang terjadi selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, di satu
sisi telah menorehkan banyak catatan kemajuan bagi Islam, tetapi pada sisi yang
lain tidak juah beda dengan penguasa-penguasa sebelumnya, yaitu ketidakmampuan
dalam meminimalisir konflik politik, yang acapkali melahirkan berbagai tragedi
pertempuran di kalangan umat Islam.
Namun demikian, Bani Umayah tetaplah bagian penting
dan menarik dalam sejarah umat Islam yang harus terus dijadikan sebagai
pengalaman sangat berharga, karena tidak semua yang dilakukan Bani Umayah itu
jelek, tetapi juga memiliki sisi penting yang harus ditiru oleh umat Islam.
Kekuasaan Bani Umayah yang hampir seabad lamanya dalam memimpin umat Islam,
tetaplah sebuah prestasi yang harus diapreasi secara kritis.
- Bani Abbasiyah
Masa kekuasaan bani Abbasiyah yang terbagi dalam lima periode terbilang
cukup lama. Dengan menerapkan sistem kekuasaan absolutisme, mereka telah
menguasai dunia Islam lebih dari 500 tahun. Pada saat itu pula masa kejayaan
Islam direngkuh. Kemajuan yang dicapai dalam bidang fisik, ilmu pengetahuan,
poltik, ekonomi, dan banyaknya ilmuwan Islam saat itu adalah bukti konkrit
bahwa Islam mencapai puncak kejayaannya. Berbagai peristiwa penting, seperti
perluasan wilayah Islam ke berbagai daerah, juga beberapa peperangan termasuk
perang dengan Byzantium, Mongol, Tartar, penumpasan gerakan Zindiq, dan perang
Salib ikut mewarnai perjalanan kepemerintahan dinasti Abbasiyah.
Bila kita cermati, dalam
sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah yang berkuasa
kuat, maka kepemerintahan akan berjalan baik pula. Kekuasaan sepenuhnya ada di
tangan khalifah. Para menteri cenderung hanya berperan sebagai kepala pegawai
sipil. Tetapi jika yang menjabat sebagai khalifah lemah, mereka akan berkuasa
mengatur roda pemerintahan sepenuhnya. Bahkan dalam pengangkatan atau
pemberhentian khalifah mereka sendirilah yang menentukan.
Sistem kekuasaan absolutisme yang
mereka jalankan, ditengarai menjadi salah satu penyebab kemunduran dinasti
Abbasiyah. Dengan sistem yang demikian, tidak mungkin dipungkiri akan
menimbulkan kecemburuan di kalangan keluarga mereka sendiri. Apalagi dengan
banyaknya kerusuhan, baik di kalangan umat Islam sendiri ataupun
serangan-serangan dari Negara lain adalah penyebab utama kehancuran dinasti
Abbasiyah.
Penutup
Alhamdullilah, makalah ini terselesaikan dengan segala kekurangan dan
kelebihannya. Mudah-mudahan menjadi penumbuh ide atau isnpirasi kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
-
Ahmed, Dr. Akbar S. Citra
Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta : Erlangga, 1992
-
Al-Mukhdhori, Muhammad Tarikh
Tasyri’ al-Islami. Tempat dan penerbit tidak disebutkan, 1981
-
Gibb, H.A.R. Islam dalam
Lintasan Sedjarah. Jakarta : Yayasan Franklin, 1953
-
Hassan, Ibrahim, Sejarah
Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota
Kembang
-
Khaeruman, Badri, Otentisitas
Hadist : Studi Kritis Atas Hadist Kontemporer. Bandung, Rosda, 2004
-
Lewis, Bernard. The Crisis
of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad Hariri Marzuki. Surabaya : Jawa Pos
Press, 2004
-
Mughni, Syafiq A. Dinamika
Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan . Surabaya : LPAM,
2002
-
Sulaiman Schwartz, Stephen. Dua
Wajah Islam : Modernisme vs Fundamentalisme dalam Wacana Global, terj.
Hodri Ariv. Jakarta : Balantika, 2007
-
Syalabi, Prof. Dr. A. Sejarah
dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003
-
Yatim, M.A, Drs. Badri. Sejarah
Peradaban Islam . Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1998
[1] Islam pada awalnya
berkembang di tengah-tengah orang Arab dan bangsa Semit lainnya, kemudian Islam
berkembang di Iran, Kaukasus, orang kulit putih laut tengah, Slavia, Turki dan
Tartar, Tinghwa, India, Indonesia, Banu dan Negro dari Afrika Barat. H.A.R.
Gibb, Islam dalam Lintasan Sedjarah (Jakarta, Yayasan Franklin,
1953),lm. 25
[2] Bernard Lewis, The
Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad Hariri Marzuki
(Surabaya, Jawa
Pos Press, 2004), hlm. 18
[3] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta
: Pustaka al-Husna, 2003), hlm. 21
[7] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi
Kritis Atas Kajian Hadst Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004), hlm. 39
[9] Badri Yatim, Otentisitas Hadist…. hlm.
48-49
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://4rrwani.blogspot.com/. Terima kasih.
Newer Posts
Newer Posts
Older Posts
Older Posts
Comments