FILSAFAT DAN ASAS-ASAS MANAJEMEN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk istimewa yang diciptakan Allah SWT. Keistimewaan manusia terletak pada potensi-potensi yang Allah berikan kepadanya. Baik itu potensi yang berupa fisik ataupun non-fisik. Semua potensi fisik manusia memiliki fungsi yang sangat luar biasa kegunaannya bagi keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, begitupun dengan potensi non-fisik yang terdiri atas: jiwa, akal (ratio) dan rasa .
Dengan potensi akalnya, manusia mampu menjadi mahluk yang lebih mulia kedudukannya daripada mahluk lain. Allah telah mengaruniai manusia sebuah anugerah yang mampu menjadikan manusia mahluk yang berbudaya. Berbeda dengan hewan yang tidak mampu berbudaya dikarenakan hewan tidak memiliki akal. Dengan akalnya ini pula manusia mampu berfikir, nalar dan memahami diri serta lingkungannya.
Karena kemampuan dalam menggunakan nalarnya, manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia-rahasia kekuasaan-Nya. Contohnya para ilmuwan muslim seperti Al-khawarizmi (825M) yang mampu menyusun buku matematika aljabar dan arimetika yang kemudian di Eropa menjadi jalan pembuka untuk menggunakan angka desimal yang menggantikan cara penulisan dengan angka romawi. Ibnu Sina (980-1037) adalah bapak kedokteran modern, ia menulis buku Al-Qonuun fi Ath-Thib (The Canon of Medicine) dan Kitab Asy-Syifa’ (The Book of Healing) yang telah dijadikan bahan rujukan ahli-ahli kedokteran modern.
B.     Tujuan Penulisan
Dengan mengetahui filsafat dan Asas-asas manajemen, kita akan mengetahui dan memahami pengertian filsafat pendidikan, ruang lingkup, serta peranan filsafat pendidikan dalam dunia pendidikan.
C.    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian filsafat?
2.      Hal-hal yang mendorong timbulnya filsafat
3.      Asas-asas Manajemen


BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT DAN ASAS-ASAS MANAJEMEN

A.    Pengertian Filsafat
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata yunani yang tersusun dari dua kata, philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Orang Arab memindahkan kata philosophia dari bahasa Yunani ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan, tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafah dengan pola fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Selanjutnya kata filsafatyang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari bahasa Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa barat philosophy. Di sini dipertanyakan tentang apakah fil diambil dari bahasa barat dan safah dari bahasa Arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari filsafat ialah berpikir menurut tata tertib (logika)dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.[1]
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian atau batasan. Gambaran yang lebih jelas mengenai filsafat dapat disimak pada pendapat Titus:
-          Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam, biasanya diterima secara kritis.
-          Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang kita junjung tinggi.
-          Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
-          Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
-          Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicari jawabannya jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.[2]
Dalam kenyataannya, pengertian pendidikan selalu mengalami perkembangan, meskipun secara essensial tidak jauh berbeda. Berikut ini akan dikemukakan sejumlah pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli (pendidikan).
1.      Langeveld
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
2.      John Dewey
Pendidikan adalah proses pembntukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kea rah alam dan sesame manusia.
3.      J. J. Rousseau
Pendidikan adalah member kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
4.      Driyarkara
Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insane.
5.      Carter V. Good
a.       pedagogy is the art. Practice and profession of  teaching.
b.      The systematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance; largely replaced by the term education.
            Pendidikan adalah:
a.       Seni, praktek dan profesi sebagai pengajar;
b.      Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.
6.      Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan dating.
7.      Menurut UU No. 20 th. 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dari beberapa pengertian atau batasan pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, meskipun berbeda secara redaksional namun secara essensial terdapat kesatuan unsure-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukan suatu proses bimbngan, tuntunan dan pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya.[3]
Selanjutnya menurut Yahya Qahar bahwa filsafat pendidikan masih dapat dibedakan antara filsafat pendidikan yang bersifat umum dan filsafat pendidikan nasional. Adanya pemikiran yang kedua ini karena adanya penekanan pada ruang lingkup nasional dan adanya tujuan pengertian tujuan pendidikan nasional seperti pendidikan nasional pancasila. Dan tujuan pendidikan nasional inipun sebenarnya bertitik tolak dari pemikiran filsafat pendidikan secara umum, namun penekanannya saja pada ruang lingkup nasional. Atau dengan kata lain bhwa lingkup nasional dalam pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan politik pendidikan di dalam suatu Negara. Hal ini sebagaiman diungkapkan oleh Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bahasannya: “Filsafat pendidikan adalah sejumlah prinsip, kepercayaan, konsep, asumsi dan premis yang ada hubungan erat dengan praktek pendidikan yang ditentukan dalam bentuk yang saling melengkapi, bertalian dan selaras yang berfungsi sebagai teladan dan pembimbing bagi usaha pendidikan dan proses pendidikan dengan seluruh aspek-aspeknya dan bagi politik dalam suatu Negara”.[4]
Dalam beberapa hal, filsafat pendidikan itu dapat disingkat dalam  bentuk formula. Dan formula ini kemudian dijadikan semacam semboyan atau slogan. Tetapi kadang-kadang semboyan-semboyan itu sering pula disalah tafsirkan. Biasanya hal itu terjadi kalau kesalahan terjadi dalam bidang pendidikan, yang terlihat pada hasil dari pendidikan itu, yang didasarkan pada semboyan tersebut. Missal-misal yang dapat kami kemukakan dari semboyan yang kami maksudkan itu ialah yang typis kata-kata hikmat dalam bidang pendidikan, seumpama:
“semua pengetahuan itu adalah ingatan”
“manusia itu adalah hewan yang berakal”
“Pendidikan itu mengandung irama”
“Pendidikan itu harusnya mengajar kita hidup dekat dengan alam”
“Kita belajar dengan berbuat”,- dan lain-lain.
Salah satu tugas kita mempelajari filsafat pendidikan adalah antara lain buat menyelamatkan formula-formula dan pikiran-pikiran yang mengandung unsur-unsur pendidikan itu, yang terungkap dan tercetus sebagai slogan dan semboyan. Kita akan berusaha memberikan daya hidup dan arti yang berhasil dan berdaya guna dan berbuat menonjolkan ide dan pikiran-pikiran itu sebagai pusat pegangan dalam himpunan ide-ide yang membentuk filsafat pendidikan. Apabila ide-ide dan pikiran-pikiran itu ditampilkan dalam bentuk demikian, yang pada hakikatnya tidak mudah untuk dimengerti begitu saja, ide-ide itu menghendaki waktu dan kesabaran agar dapat dipegang dan dipedomani sebgaimana yang dikhendaki oleh si filusuf.[5]

B.     Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan
            Adapun latar belakang munculnya filsafat pendidikan adalah :
1.      Ajaran filsafat yang komperehnsif telah menempati status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara.
2.      Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlak yang tertinggi;
3.      Eksistensi suatu bangsa adalah ideologi dan filsafat hidupnya, maka demi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif adalah melalui PENDIDIKAN.
4.      Tidak berbda dengan fungsi filsafat pendidikan adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama;
5.      Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu: meningkatkan perkembangan sosial budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan Negara.[6]
6.      Pada hakikatnya kehidupan mengndung unsur kehidupan karena adanya interaksi dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan semua itu dan dengan siapapun.[7]
7.      Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik. Konsep di satu pihak dan nilai-nilai di lain pihak harus disatupadukan, agar konsep keilmuan tidak mengarah pada intelektualisme yang “gersang” tanpa diwarnai sifat manusiawi. Kemandirian dalam belajar membuka kemungkinan terhadap lahirnya calon-calon insane pemikir yang manusiawi serta menyatu dalam pribadi yng serasi dan berimbang.[8]

C.    Cara Mempelajari Filsafat
Ada tiga macam metode yang digunakan untuk mempelajari filsafat, yaitu;
1.      metode sistematis,
Dengan menggunakan metode sistematis, para pelajar akan menghadapi karya-karya filsafat. Misalnya, mula-mula pelajar akan mempelajari teori-teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu ia mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang ilmu lainnya.kemudian ia akan mempelajari teori nilai atau filsafat nilai. Tatkala pelajar membahas setiap cabang atau sub cabang filsafat, maka aliran-aliran filsafat pun akan terbahas. Dengan mempelajari filsafat melalui metode sistematis ini perhatian kita akan terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh ataupun pada periodenya.
2.      metode historis
Adapun metode historis digunakan bila para pelajar mempelajari filsafat dengan mengikuti sejarahnya. Ini dapat dilakukan dengan cara membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misalnya ketika kita mulai membicarakan Thales, berari kita membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori pengetahuan, teori hakikat maupun dalam teori nilai. Kemudian dilanjutkan dengan membicarakan Naximandros, lalu Socrates, Rousseau, lantas Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer. Mengenalkan tokoh memang perlu karena ajarannya biasanya berkaitan erat dengan lingkungan, pendidikan dan kepentingannya.
3.      metode kritis.
Adapun metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pelajar haruslah telah memiliki bekal pengetahuan tentang filsafat. Dalam metode ini pengajaran filsafat dapat menggunakan metode sistematis atau historis. Langkah pertama adalah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan kritiknya. Kritik itu mungkin dalam bentuk menentang dapat juga berupa dukungan terhadap ajaran filsafat yang sedang dipelajari. Dalam mengritik mungkin ia menggunakan pendapatnya sendiri atau dengan menggunakan pendapat filosof lainnya.

D.    Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Dalam hubungan dengan ruang lingkup filsafat pendidikan ini, Muzayyin Arifin lebih lanjut mengatakn bahwa ruang lingkup pemikirannya bukanlah mengenai hal-hal yang bersifat teknis operasional pendidikan, melainkan menyangkut segala hal yang mendasari serta yang mewarnai corak sistem pemikiran yang disebut filsafat itu. Dengan demikian secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh, dan universal mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan pendidikan. Konsep-konsep tersebut mulai dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, lingkungan dan seterusnya.[9]
E.     Konsep Filosofis Mengenai Pendidikan
Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan tantangan agar para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah bersendikan atas pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang ladzim dianut, menurut Theodor Brameld, adalah kemungkinan-kemungkinan sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif, regresif atau radikal rekonstruktif.
Beberapa sikap di atas dalam penjabarannya mengenai pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a)      Menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus.
b)      Yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti ini anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[10]

F.     Asas-asas Manajemen
Manajemen Pendidikan dalam kamus bahasa Belanda-Indonesia disebutkan bahwa istilah manajemen berasal dari “administratie” yang berarti tata-usaha. Dalam pengertian manajemen tersebut, administrasi menunjuk pada pekerjaan tulis-menulis di kantor. Pengertian inilah yang menyebabkan timbulnya contoh-contoh keluhan kelambatan manajemen yang sudah disinggung, karena manajemen dibatasi lingkupnya sebagai pekerjaan tulis-menulis.
Pengertian lain dari “manajemen” berasal dari bahasa Inggris “administration” sebagai “the management of executive affairs”. Dengan batasan pengertian seperti ini maka manajemen disinonimkan dengan “management” suatu pengertian dalam lingkup yang lebih luas (Encyclopedia Americana, 1978, p. 171). Dalam pengertian Manajemen Pendidikan ini, manajemen bukan hanya pengaturan yang terkait dengan pekerjaan tulis-menulis, tetapi pengaturan dalam arti luas.
Manajemen Pendidikan menurut Syarif (1976 :7) : segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber (personil maupun materiil) secara efektif dan efisien untuk menunjang tercapainya pendidikan.
Manajemen Pendidikan menurut Sutisna (1979:2-3) : Manajemen pendidikan adalah keseluruhan (proses) yang membuat sumber-sumber personil dan materiil sesuai yang tersedia dan efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama. Ia mengerjakan fungsi-fungsinya dengan jalan mempengaruhi perbuatan orang-orang. Proses ini meliputi perencanaan, organisasi, koordinasi, pengawasan, penyelenggaraan dan pelayanan dari segala sessuatu mengenai urusan sekolah yang langsung berhubungan dengan pendidikan seklah seperti kurikulum, guru, murid, metode-metode, alat-alat pelajaran, dan bimbingan. Juga soal-soal tentang tanah dan bangunan sekolah, perlengkapan, pembekalan, dan pembiayaan yang diperlukan penyelenggaraan pendidikan termasuk didalamnya.
Manajemen Pendidikan menurut Djam’an Satori, (1980: 4). Manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Manajemen Pendidikan menurut Made Pidarta, (1988:4). Manajemen Pendidikan diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
Manajemen Pendidikan menurut Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4). Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
Manajemen Pendidikan menurut Soebagio Atmodiwirio. (2000:23). Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagi proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Manajemen Pendidikan menurut Engkoswara (2001:2). Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.
Manajemen Pendidikan menurut Hadari Nawawi (1981 : 11) : Manajemen pendidikan, adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan, secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama lembaga pendidikan formal.
Manajemen Pendidikan menurut W. Haris mendefinisikan Manajemen pendidikan sebagai suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan sumber-sumber personalia dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara efektif pengembangan kualitas manusia.
Manajemen Pendidikan menurut Purwanto dan Djojopranoto (1981:14) : Manajemen pendidikan merupakan suatu usaha bersama yang dilakukan untuk mendayagunakan semua sumber daya baik manusia, uang, bahan dan peralatan serta metode untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Manajemen Pendidikan menurut Stephen J. Knezeich Manajemen pendidikan merupakan sekumpulan fungsi-fungsi organisasi yang memiliki tujuan utama untuk menjamin efisiensi dan efektivitas pelayanan pendidikan, sebagaimana pelaksanaan kebijakan melalui perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan koordinasi personil, dan iklim organisasi yang kondusif, serta menentukan perubahan esensial fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat di masa depan.
Manajemen Pendidikan menurut Daryanto (1998:8) : Manajemen pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang-orang, dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif.
Manajemen Pendidikan menurut Dasuqi dan Somantri (1992:10) mengemukakan Manajemen pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah Manajemen dalam bidang pendidikan.
Manajemen Pendidikan menurut Sagala (2005:27) : Manajemen pendidikan adalah penerapan ilmu Manajemen dalam dunia pendidikan atau sebagai penerapan Manajemen dalam pembinaan, pengembangan, dan pengendalian usaha dan praktek-praktek pendidikan. Manajemen pendidikan adalah aplikasi prinsip, konsep dan teori manajemen dalam aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Manajemen Pendidikan menurut Gaffar : manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematis, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang (Mulyasa, 2002: 19).Dengan menerapkan definisi tersebut pada usaha pendidikan yang terjadi dalam sebuah organisasi, maka definisi Manajemen Pendidikan selengkapnya adalah sebagai berikut : Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabug dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
Lebih lanjut Mulyani A. Nurhadi menekankan adanya ciri-ciri atau pengertian Manajemen Pendidikan yang terkandung dalam definisi tersebut sebagai berikut : (Mulyani A. Nurhadi, 1983, pp. 2-5)
1.      Manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dari, oleh dan bagi manusia.
2.      Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses pengelolaan dari suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya kompleks dan unik yang berbeda dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya ; tujuan kegiatan pendidikan ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa.
3.      Proses pengelolaan itu dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar tercipta kondisi kerja yang harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan pendidikan itu.
4.      Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dalam hal ini meliputi tujuan yang bersifat umum (skala tujuan umum) dan yang diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala tujuan khusus).
5.      Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien.

G.    Prinsip-prinsip Manajemen
Untuk menjamin keberhasilan sebuah usaha maka manajemen haruslah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen. Prinsip-prinsip manajemen adalah dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen.
Menurut Henry Fayol. Prinsip-prinsip dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi khusus dan situasi yang berubah-rubah. Prinsip - prinsip umum manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari:
1.      Pembagian kerja (Division of work)
2.      Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab (Authority and responsibility)
3.      Memiliki Disiplin (Discipline)
4.      Adanya Kesatuan Komando atau perintah (Unity of command)
5.      Adanya Kesatuan Arahan (Unity of direction)
6.      Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
7.      Adanya Pemberian Kesejahteraan atau gaji pegawai
8.      Adanya Pemusatan Wewenang (Centralization)
9.      Adanya Hirarki (tingkatan)
10.  Adanya Keadilan dan kejujuran
11.  Adanya Stabilitas kondisi karyawan
12.  Adanya Prakarsa (Inisiative)
13.  Semangat kesatuan dan semangat korps

H.    Penerapan Prinsip Manajemen pada Pendidikan
Ada 3 faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu:
1.      Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input – input analisis yang tidak konsisten.
2.      Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik.
3.      Peran serta mayarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.
Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang sedang berjalan maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan SDM adalah :
1.      Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MBS) dimana sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan.
2.      Pendidikan yang berbasiskan pada partisipasi komunitas (community based education)
3.      Dengan menggunakan paradigma belajar yang akan menjadikan pelajar-pelajar menjadi manusia yang diberdayakan.
Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan tersebut adalah:
1.      Siswa:
a.       Kesiapan dan motivasi belajar siswa
b.      Sarasan belajar siswa
2.      Guru:
a.       Kemampuan professional.
b.      Moral kerjanya (kemampuan personal).
c.       Kerjasamanya (kemampuan social)
3.      Kurikulum : Relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya.
4.      Sarana dan prasarana : Kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran.
5.      Masyarakat : Partisipasinya dalam mengembangkan program-program pendidikan.




BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Sebagai manusia sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah membekali kita akal. Karena akal kita mampu bernalar sehingga kita menjadi mahluk berbudaya yang lebih mulia dibandingkan mahluk lainnya. Sekiranya hewan yang diberi akal oleh Allah maka kita harus khawatir, karena yang akan dilestarikan agar tidak punah bukanlah harimau jawa melainkan manusia jawa. Salah satu bentuk syukur kita terhadap anugerah besar tersebut adalah mendaya gunakan segala potensi yang dimiliki oleh akal tersebut. Pendaya gunaan akal dapat dilakukan melalui pembelajaran filsafat. Karena dengan filsafat tersebut kita sebagai manusia mampu berfikir, bernalar dan memahami diri serta lingkungannya, dan berefleksi tentang bagaimana kita sebagai seorang manusia memandang dunia dan menata kehidupan.
Persoalannya adalah banyak orang yang enggan untuk belajar filsafat. Penyebabnya adalah karena adanya anggapan bahwa filsafat adalah salah satu ilmu yang sulit dipelajari dan difahami. Ahmad Tafsir (2002: 46) mengemukakan permasalahan tersebut muncul dikarenakan adanya kesalahan dalam memulai mempelajari ilmu tersebut. Beliau menyarankan, mulailah terlebih dahulu mempelajari pengantar filsafat, lalu ketahuilah sistematikanya, setelah itu barulah anda membaca buku-buku filsafat. Filsafat tidak sulit karena filsafat adalah pemikiran. Dan setiap orang memiliki alat untuk berfikir.




DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hamdani. 1986. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang
Barnadib, Imam. 1990. Filsafat Pendidikan (sistem & metode). Yogyakarta: Andi Offset
Basu Swastha. 2000. Azas-azas Manajemen Modern. Yogyakarta: Liberti
Juhaya. 2005. Aliran-aliran Filsafat &Etika. Jakarta: Prenada Media
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: Cipta
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Nata, Abuddin. 1999. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Prasetya. 1997. Filsafat Pendidikan. Bandung.: Pustaka Setia
Salam, Burhanuddin. 1995. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara


[1] Drs. Prasetya. Filsafat Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 1997) hal. 9-10
[2]Prof. Dr. Juhaya. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. (Jakarta:Prenada Media.2005). hal. 5
[3] Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu pendidikan (Jakarta:Rajawali Pers.2009) hal. 5
[4]Drs. Prasetya. Filsafat Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 1997) hal. 21
[5]H.B. Hamdani Ali M.A M.Ed. Filsafat Pendidikan (Jakarta: Alumni.1998). hal. 10
[6]http://www.sribd.com/doc/88644641/filsafat-pendidikn-pengantar.
[7] Prof. Dr. H. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Kalam Mulia.2008). hal. 17
[8]Prof. Dr. Umar Tirtarahrdja & Drs. S.L. La Sulo. Pengantar Pendidikan (Jakarta:Rineka Cipta.2005). hal. 51
[9]Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu.1999).hal. 16
[10][13] Prof. Imam Barnadit M.A Ph.D. Filsafat Pendidikan (sistem & metode) (Yogyakarta: Andi Offset.1990). hal. 26
DONASI VIA PAYPAL Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://4rrwani.blogspot.com/. Terima kasih.
Newer Posts Newer Posts Older Posts Older Posts

More posts